Selasa, 17 Juni 2008

let myfeeling flow n grow


Jkrt, 6 juni 2008

sedikit malam...

Tiba-tiba sendiri mendengarkan teriakan judika yang tak berhenti meneriakkan malaikat dan setan, sedikit sepi menyapa hatiku. Semua lagu dan nada yang melantun riang maupun sedih tak pernah lepas dari rasa… dan rasa itu yang kadang tak pernah bisa kompromi dengna keadaan. Ingin ataupun tak ingin semuanya akan tetap ada di hati. Meski tak pernah berhenti untuk melawan keadaan. Satu rasa yang coba di nafikan dan di biarkan mengalir tanpa pernah di dengarkan.

Mungkin aku orang paling bego sedunia memilih sendiri menikmati rasaku tanpa harus berkata apa-apa karena menurutku semua rasa yang hadir di hatiku udah cukup membuatku bahagia melewati hidup. Mampu membuatku tersenyum melewati hari. Dekat ..jauh..tak terlihat .. menepi dari sisi dunia tak pernah mampu membunuh yang namanya perasaan.
Pernah mencoba menghapus sosok bayangan itu dari hidupku, mencoba benci tapi ternyata itu bukan aku.. jangankan membenci atau mendelete nya dari seluruh hariku. Untuk sedikit menepis nya pun tak pernah bisa… so what I must do .. hanya membiarkannya meracuni seluruh hariku sampai kelak aku sekarat dengan racunmu.

Ada lagu-lagu .Mungkin tak semua lagu-lagu cinta Lagu-lagu kita semestinya tentang hidup, tentang getar hati paling jujur.Sejauh kejujuran yang mampu kita endapkan lalu kita sajikan di lapik perbincangan ini.Ada yang tersendat mencoba melugaskan makna, meski tak selalu berhasil.

Sepatutnyalah kita mencoba bersetuju dengan hati, tak hanya logika kepala atau kecemasan-kecemasan yang menghantu.Mungkin memang perlu kita perhitungkan kemungkinan-kemungkinan matematik,tetapi, sayang, aku tak terlalu pintar aritmatika atau hitungan probabilitas.

Waktu telah kutafsir agak berbeda kini, setelah kematian tak lagi menakutkandan masa depan tak lagi menjadi muara kecemasan.nafas yang telah lesap serta detak jantung yang telah menggemaadalah tanda betapa prasasti perjalanan hanya bisa ditulisi setelah peristiwa usai.

Aku, sayang, tak terlalu mencemaskan akhir lakon yang harus kumainkan di panggung ini.Kisah yang harus kujalankan adalah perjuangan sepanjang naskah drama tragi-komedi telah kunikmati setiap reguk dan sisipnya.

Mungkin saja aku akan mati sebagai pecundang atau pahlawan, apalah bedanya.Pada akhirnya layar akan diturunkan dan lampu pun akan padam.Kegelapan tak lagi menakutkan, sejak kutahu aku takkan pernah sendiri.Ada kerinduan yang akan selalu menjadi sahabat, kerinduan yang setia.

embun malam kemarau seperti diakrabkan padaku setetes demi setetes. ia seperti mencoba melebur dingin kering musim ketiga dan langit lautan dini hari. kutemukan diriku semakin tinggi melayang di langit dadamu, semakin dalam menyelam di palung hatimu.

Cinta seperti telah berdamai dengan puisi-puisiku setelah tercabik-cabik badai salju di musim yang lain.Kutemukan diriku pulang ke negeri tempatku bermukim, tak lagi negeri dongeng para peri dan kurcaci.

tatapmu, meski masih tersamar keraguan, telah kubaca sebagai prosa yang liris.Seliris sapaan lembut telapak tanganmu di pipiku yang usang oleh cuaca dan debu jalanan, di tengkukku yang meriang oleh nasib.Seliris puisi-puisi yang tak kutuliskan..

Dan saat senja terjatuh, ia menjelma jadi kabut.Menguap lalu mengawang-layang di lelangit ladangnya yang masih saja keras hati.Ladang keraguan. ladang hati. ladang hati yang ragu. ladang hati yang ragu oleh rindu.Adakah rindu akan bertahan, ataukah hanya remang gairah sejenak hinggap, lalu lesap entah ke mana.

debar hangat semakin guncang dada meluap oleh kasih menyimpan peluk di lubuk hati hingga cinta membebaskannya dari belenggu ragu

Rakitku tak terlalu aman, bisa terusir oleh sungaimu setiap saat, karam dalam palung jeram atau dampar di hempas riak ke tebing tepian.
Langit adakah peduli dengan arah arus sungai?
Tampak di mataku hanyalah ejekan yang dipertontonkannya melalui gemawan yang tersebar tanpa bentuk jelas, bergerak tanpa arah jelas, seperti menghina arah yang kutempuh. sepotong rakit yang rapuh.Tapi aku tak akan mengeluh.