Selasa, 22 April 2008

DENDAM dan KECEWA


hmm impaskan ??? merasakan kecewa yang sama, tapi sampai kapan sesuatu di balas dengan hal yang lebih.. aku tak pernah berfikiran sedikitpun untuk menyakiti apalagi membuatmu kecewa yang membuatmu punya alasan untuk membalas semua itu dalam rentang waktu yang lama. aku tak lagi kecewa tapi mati rasa.

kecewa ? Setiap orang pasti pernah mengalami kecewa dalam hidupnya. Entah kecewa dengan orang tua, saudara, pasangan hidup, kekasih, teman. Baik itu mengalami keadaan yang tidak mengenakan di rumah, sekolah, tempat kerja atau usaha atau dimanapun anda berada. Mengalami kekecewaan, gue rasa semua orang ngga ada yang mau mengalami hal beginian. Mau marah, protes atau ngumpat-ngumpat, kadang2 tetap aja tidak bisa merubah keadaan. Kadang bikin hati tambah sakit dan kepala tambah pusing kalau memikirkannya.

Kecewa yang menggambarkan suatu keadaan atau peristiwa yang tidak sesuai dengan kehendak hati atau keinginan atau pikiran kita. Keadaan yang kadang tidak bisa kendalikan atau kita atur sesuai dengan kemauan kita. Kadang kita menjadi merasa tak berdaya akibat kekecewaan ini. Kecewa karena ortu tidak mau dengar pendapat kita, kecewa karena teman baik kita menghianati kita atau menyakiti hati kita, kecewa karena saudara kita lupa akan janji yang sudah dibuat, kecewa karena pacar terlambat datang, kecewa karena suami atau istri lupa akan hari ulang tahun pasangannya dan kecewa karena teman kantor tidak mau kerja sama dan bemacam-macam kejadian di dalam kehidupan kita yang membuat kita kecewa.

Seringkali kita mengandalkan kekuatan kita atau manusia atas kehidupan kita. Kita kadang merasa kuat atau aman karena ada disekitar orang-orang yang kita cintai. Merasa orang-orang disekitar kita akan selalu menyenangkan kita dan tidak boleh bikin kecewa. Karena perasaan seperti itu maka hati jadi gampang tersinggung dan kecewa bila ada yang tidak sesuai dengan kehendak kita. Padahal setiap orang punya pribadi yang berbeda dengan dirinya dalam menentukan langkah kehidupan. Apa ngga ngebosenin kalau setiap orang selalu bertindak sesuai dengan keinginan kita. Jadi seperti robot saja, kalau gitu. Hidup untuk menghargai pribadi orang lain sungguhlah penting, supaya orang jangan egois. Dan itulah perlunya sifat memaafkan orang lain, jika orang itu memang tidak sengaja berbuat kesalahan.

Rasa kekecewaan yang berlebihan tentu saja merugikan diri sendiri. Selain selalu dihinggapi perasaan selalu takut disakiti orang lain dan posesif dan suka menutup diri. Cukup dipahami permasalahannya dan kita musti tetap terus maju dalam menjalani kehidupan. Jangan berhenti di satu titik. Life must go on!

Sikap kecewa harus dirubah menjadi sikap optimis, biar hidup ini lebih bisa dinikamati. Dan perjuangan hidup kita bisa lanjutkan untuk mendapatkan yang lebih baik. Maju tak gentar ibarat katanya. Walau memang tidak mudah, apa salahnya dicoba. Toh tidak rugi. Selain itu kita juga harus mengandalkan Tuhan dalam kehidupan. Ingatlah biar orang lain mengecewakan kita, Tuhan selalu bersedia menjadi penolong dan batu sandaran kita. Seperti yang tertulis di dalam Yeremia 17:5 "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!


Minggu, 13 April 2008

Tentang Kamu dan Bintang


Ini bukan lagu peterpan yang lagi pernah hits .. karena yang pasti itu judul nya tentang aku dan bintang :) , tulisan ini lahir hanya karena sedikit mimpi yang selalu hadir berulang dan ketika terjaga seperti tercampak dalam dunia yang sama. de javu kah ? aku melihat dia lagi , merindukan dia lagi di depan mataku. sesaat aku hanya bisa menatap langit saat suasana mulai gelap biar bintang yang menggantikan hadirmu untukku. yahhh tetap sama seperti malam malam sebelumnya.

jujur ini hanya satu cara menutupi kerinduan yang tak bisa terungkap dengan kata-kata. senyummu lucu ... itu yang membuatku kadang tak pernah mampu untuk sekedar marah atau mengeluarkan kata-kata yang tak enak walau kadang merepotkan sekali, tapi aku toh tak punya pilihan lain selain berharap semoga apapun yang kau lewati dan kau alami adalah pilihan terbaik untukmu..

kadang kita tak pernah tau apa sebenarnya yang kita inginkan, karena selalu apa yang kita inginkan berbanding terbalik dengan apa yang kita dapatkan. atau aku mungkin seharusnya membuat hal yg terbalik bro hehehe ... melakukan yang tak sesuai dengan hatiku agar mendapatkan sesuatu yang kuinginkan. tapi sepertinya tuhan tau aku sedang berbohong :p ya sudahlah tuhan memang lebih dan akan selalu kuat .. seharusnya aku mengirimkan sepucuk surat untuk tuhan agar dia tuhan tau apa yang sebenarnya membuatku bisa terus tersenyum agar tuhan tidak merenggut itu dariku.

tapi aku tak begitu yakin surat aku akan di balas secepatya oleh tuhan .. karena bukan aku sendiri yang mengirim surat pada tuhan kan ? selain itu karena aku sendiri tak pernah berjuang untuk mendapatkan apa yng sebenarnya kuinginkan. bukan karena aku tak ingin tapi aku udah lemes duluan membayangkan kenyataan yang pastinya sakit. aku kangen suara nyanyian merdu itu dari bibirmu saat pagi mulai datang dan kdang tetap pura-pura tertidur untuk terus berharap mendengar nyanyian yang sama..
sudahlah aku ingin tidur untuk bisa sejenak lepas dari semua kenangan itu ..dan membuka sebuah kenyataan bukan mimpi dan mimpi ..

Im still here look at u from far with the same smile ...
someday u will know how the sky without the star ,..
without everthyng there realy dark ..dark..

see u tuhan ... i will love u 4ever

Sabtu, 12 April 2008

malam sejuta bintang (meteor garden)


MALAM SEJUTA BINTANG

(Sebuah Epilog Tentang Penantian Bintang Jatuh)
by Michelle Saram

Chapter 1:
Jong Gang Ye Sha



Aku masih menghimpun napas. Atmosfer sunyi masih mengambang ketika senja mulai menangkupi kebun anggur yang membentang luas di hadapan. Gelembung paru-paruku belum kuat mengembuskan wacana. Pemuda itu sendiri. Mematung serupa sano. Sejurus kutangkap kilau di kedalaman matanya. Telaga bening di sana memapar tenang. Namun kutahu riak yang mengalir sedang menghanyutkan sesuatu. Entah apa. Sesuatu yang tidak pernah dapat kutangkap karena terselubung misteri.
Pemuda itu masih berdiri, terdiam di bawah bentangan langit jingga. Sesaat genteng yang kupijak berderak saat berusaha mendekatinya diam-diam di atas atap rumah. Bukan kebiasaanku untuk mengedarkan mata pada ketinggian. Tapi gentar itu kuredam demi menawari rasa bersalahku. Dan kucoba mengulurkan tangan persahabatan. Kecelakaan mobil tempo hari telah merenggut dunianya yang nyaman. Ia hilang di rimba silsilah. Terasing dari orang-orang yang dicintainya. Amnesia telah merampas kebahagiaannya. Aku merasa bersalah. Dan tidak dapat lepas tangan begitu saja setelah tragedi di jalan protokol menuju Gereja St. Pons itu.
"Indah, ya?"
Ia hanya memalingkan wajahnya yang keperakan ditimpa sinar matahari yang sudah mencondong ke ufuk barat. Spontan sebagai tanggapan atas visualisasi yang kuaktualkan dalam kalimat penggugah keterdiaman. Anggur yang meranum merah merupakan topik hangat saat ini. Buah bibir para petani kebun anggur atas jerih payah dan kerja keras mereka selama ini bila berkumpul kala rehat bersama keluarga. Tapi kalimatku membentur dinding beku hatinya. Tak sedikit pun ia menanggapi basa-basi perihal hasil bumi bahan utama untuk minuman beralkohol kebanggan masyarakat Barcelona.
Sedetik ia memandangku dengan rupa tak berona. Demi Tuhan aku tidak berharap reaksi itu mengemuka meski telah kuduga sebelumnya bahwa ia akan melakukan hal yang sama, terdiam dengan benak yang dipenuhi kenangan babur. Dan hanya menganggap Ye Sha sebagai bagian dari fenomena yang tak perlu masuk di dalam memori otaknya setelah semuanya hilang ditelan amnesia. Tatapan kosongnya menguncupkan bibirku yang mengembang tulus. Aku sedikit kecewa atas perlakuannya yang sama dari waktu ke waktu. Dan aku duduk pelan-pelan di atas genteng atap rumah kala ia mengembalikan pandangannya pada bentangan langit yang mulai menoktahkan gemintang. Ya, Tuhan. Terlalu naif rasanya mengharap secuil tanggapan di saat luka psikis itu belum mengering dari hatinya.
Aku menggigit bibir.
Mungkin Tuhan tengah menghukum aku atas tindakan emosional dua tahun lalu saat kabur dari keluargaku di Buthan. Mungkin sosok yang sekarang terasing dari dunianya ini merupakan beban yang mesti kupikul agar tidak dapat melangkah sesuka hati lagi. Tuhan ingin aku bertanggung jawab atas beban yang ditaruh di atas pundakku. Tuhan ingin mendewasakan aku dengan kemandirian.
Tapi lepas dari semua itu, aku merasa kehadiran pemuda amnesia ini telah mengisi hidupku dengan penuh warna. Ia telah menjadi bagian dari hidupku belakangan ini. Ia secara tidak langsung mengajari aku bagaimana bertanggung jawab. Bukannya lagi gadis dengan pikiran kanak-kanak yang hanya menghabiskan waktu berterbangan seperti burung dari satu negara ke negara lainnya.

***

"Hei, lihat. Itu bintangku!"
Aku menjerit, sontak berdiri dari dudukku di atas genteng atap rumah sembari mengarahkan telunjukku ke sebuah bintang yang paling bersinar di layar kelam langit. Namun pemuda itu tak bergeming. Hanya menolehkan kepalanya sekilas.
"Sungguh! Itu bintangku! Aku tidak bohong!"
Sebuah penegasan yang sia-sia. Tapi aku masih berusaha mengajaknya berdialog. Paling tidak supaya ia dapat menanggapiku sebagai sahabat yang bersahaja, yang menawarkan dan mengulurkan tali persahabatan dengan ramah beberapa hari ini. Bukannya gadis biang pelantak hidupnya!
"Hei, tahu tidak kenapa bintang yang bersinar paling terang itu merupakan bintangku?"
Ia masih tergugu. Tapi pertanyaan yang kulontarkan barusan sedikit mengenduri raut wajahnya dari kemurungan. Mungkin ia penasaran. Mungkin jawaban yang bakal aku paparkan akan melelatukan sedikit ingatan pada memori otaknya. Sehingga jatidirinya terkuak sedikit demi sedikit. Entahlah.
"Bintang itu aku namai Jong Gang Ye Sha - Ye Sha Si Pemberani."
Ia kembali mengarahkan sepasang mata bagusnya ke arahku. Demi Tuhan, tak pernah kulihat ia sehidup ini. Telaga yang tadinya tenang telah sedikit beriak, menghadirkan gelombang kecil dengan kecipratnya yang minor. Aku jadi bersemangat.
"Ya, namanya adalah Ye Sha Si Pemberani. Lucu, ya? Tahu kenapa bintang itu aku beri nama begitu?"
Ia masih menatapku. Pipiku memanas tiba-tiba. Mungkin aku telah salah menafsirkan sorot di sepasang mata elang itu. Entahlah. Yang pasti sinar di matanya telah membenderang. Seperti gemintang di langit yang sudah menghampar indah. Barangkali ia sedang menunggu uraian kalimat penjelas atas pertanyaan yang kulontarkan.
"Kisah penamaan bintang itu cukup unik. Hm, suatu ketika aku pernah tersesat di pinggir hutan saat mengikuti wisata tur liburan sekolah bersama teman-temanku. Karena terlalu senang dan bersemangat menyusuri lanskap alam yang indah, aku malah tersasar dan meninggalkan kamp kami. Tahu tidak, saat itu aku menangis meraung-raung. Aku pikir, tamatlah riwayatku. Aku tersesat di hutan yang mahaluas. Mungkin sebentar lagi akan menjadi santapan lezat binatang buas di hutan. Aku ketakutan setengah mati. Tahu tidak, ketika menengadah ke langit, aku melihat bintang kejora itu. Bintang kejora itu sangat terang dibandingkan bintang-bintang yang lainnya. Ketika memandangnya berlama-lama, bintang kejora itu seolah-olah berkata kepadaku: 'Ye Sha, jangan takut. Saya akan membimbingmu keluar dari hutan ini. Kamu harus bersemangat. Ayo, semangat! Jangan berputus asa. Ikutlah saya. Saya akan menjadi pedoman dan penunjuk jalan bagi kamu.' Berkat jasa bintang kejora itu, akhirnya aku dapat keluar dari hutan. Kemudian berkumpul bersama teman-teman lainnya di kamp. Karena terkesan, bintang kejora itu pun aku namai Jong Gang Ye Sha - Ye Sha Si Pemberani. Nah, setelah kejadian itu, aku terus mencari-cari bintang kejora itu ke mana pun aku pergi. Setiap malam aku selalu menunggunya di luar rumah. Tapi, Ye Sha Si Pemberani ternyata bandel. Tidak setiap hari dia menampakkan dirinya. Kadang-kadang aku menunggunya sampai dua-tiga hari. Kamu termasuk orang yang beruntung karena dapat melihatnya langsung pada hari ini. Hei, jangan menertawaiku atas stori yang mungkin kamu anggap norak nantinya. Tapi, sungguh. Bintang kejora itu sudah aku anggap bagian dari hidupku. Dia adalah sahabatku jika hatiku tengah risau. Dia akan menemaniku semalam-malaman hingga aku tidak kesepian. Hahaha. Kadang-kadang aku ngobrol dengan Ye Sha Si Pemberani itu. Hei, mungkin orang sudah menganggapku gila. Tapi, Ye Sha Si Pemberani itu memang sahabat yang paling setia selain Kak Sha."
Simpul di bibir pemuda itu terurai. Ia tersenyum. Ya, Tuhan! Terima kasih atas anugerah yang telah Engkau berikan. Keindahan senyum itu melebihi apa pun juga!
"Setiap melihat Ye Sha Si Pemberani, setiap menunggunya keluar menampakkan diri, maka aku menemukan sebuah makna yang akhirnya kupahami sebagai sebuah anugerah yang sengaja diperlihatkan Tuhan kepadaku. Mau tahu apa itu?"
Pemuda itu masih mematung. Namun rona di wajahnya sudah tidak menggamang. Sepertinya ia mengangguk saat kubeberkan lektur kalimat tentang keajaiban alam semesta nova. Tapi trauma otak yang dialaminya memaksanya untuk diam. Dan hanya menyimak dengan takzim.
"Tuhan telah memaparkan nilai yang sesungguhnya mampu kita mafhumi sebagai karunia. Dalam penantian, penungguan saat-saat indah munculnya Ye Sha Si Pemberani, semua itu merupakan keindahan yang tidak ternilai harganya. Aku menemukan kebahagiaan tersendiri ketika menunggu buah anggur tumbuh dan meranum. Menunggu saat-saat memetik buah anggur tersebut. Menunggu saat buah anggur itu diracik menjadi minuman anggur. Menunggu Ye Sha Si Pemberani muncul pada malam-malamku di perkebunan anggur ini. Entah menunggu hari ini, besok, lusa, dua atau tiga hari. Yang pasti, dari penantian-penantian itu aku menemukan renda harapan. Harapan yang akan membawa kita pada hari-hari yang lebih baik. Aku jadi bersemangat untuk hidup. Dan aku jadi lebih bisa mengerti, bahwa napas yang telah ditiupkan Sang Pencipta kepadaku dan pada setiap manusia memiliki makna yang hakiki. Jauh lebih besar daripada yang telah kita pahami selama ini. Oke, mungkin saat ini kamu tidak tahu siapa diri kamu. Dari mana kamu berasal. Siapa keluargamu. Tapi, kamu masih memiliki satu hal yang paling mendasar. Yakni, kamu masih diberi kesempatan untuk hidup. Kamu masih diberi kesempatan untuk menanti dan menunggu, mencari dengan sabar dan tabah jatidiri kamu yang sesungguhnya. Entah, mungkin satu tahun. Mungkin dua tahun. Sepuluh tahun, barangkali. Tapi, tidak peduli bagaimana proses penantian itu. Yang pasti, hidup bagi kita masih panjang. Menjelang hari-hari yang baru merupakan sebuah keajaiban."
Sepasang mata pemuda itu berbinar. Ada lesung indah di sudut bibirnya kala rekahan senyumnya mengembang. Beban yang seolah diletakkan di pundakku kupahami benar sebagai anugerah. Mungkin Tuhan memiliki rencana lain untuk jalan dan langkah hidupku selanjutnya. Entahlah. Tapi satu hal yang paling mendasar kurasakan kini kala kejujuran mesti terungkap dan diletakkan pada tempat teratas. Bahwa, aku telah jatuh hati pada pemuda di hadapanku!
Ya, aku telah jatuh cinta padanya!


Chapter 2:
Shancai and Me

Aku masih berkutat melawan penyakitku ketika kenyataan getir itu mengentakku suatu hari. Sebetulnya harapan itu sudah punah sejak vonis repertum dokter sebulan lalu. Meningoenchepalitis yang kuidap sudah melantakkan segalanya. Namun aku masih menabur asa pada impian yang kerontang. Dan dengan naifnya mengharap pemuda itu dapat menemaniku sampai menjelang ajal menjemput. Mungkin aku terlalu picik menyikapi kenyataan yang baru kuperoleh - bahwa gadis itu merupakan kekasih dari pemuda yang paling aku cintai - justru pada saat-saat terakhir hidupku. Mungkin juga aku terlalu egois untuk dapat memiliki Taoming Se sepenuhnya meskipun Tuhan hanya mengizinkan aku bernapas tidak berapa lama lagi.
Taipei Bowling Centre masih meniupkan atmosfer yang sama. Udara yang meliuk hangat terasa berat di paru-paru. Aku dan Shancai keluar bersama. Melabuhkan langkah kaki pada poros jenjang prominade yang melintang di atas kanal. Serangkaian birama sepat largisimo yang telah mengaduk benak tepat untuk dibasuh tempias partikel air yang dibawa semilir angin basah dari kanal.
Gadis itu mematung seperti biasa. Ketegarannya menghalau tangis yang hendak pecah dari pelupuk mata. Kupandangi lamat wajahnya yang menunduk. Air kanal yang hitam keperakan ditimpa temaram lampu merkuri di depan kami mengalir tenang. Seperti alur pikiran kami yang merambat getas di dalam benak masing-masing. Terdiam tanpa sepatah kata pun sehingga memubazirkan puluhan menit sua langka kami.
Ia menyender di gigir pagar besi kanal, mencoba menyikapi ambangan sunyi dengan paruh senyum paksanya. Tapi semuanya sia-sia. Untaian lara yang bersimfoni tetap memaksa menghadirkan telaga bening di sepasang pipiku. Layaknya seorang hawa, ia dapat meraba kedalaman isi hatiku meski telah kututupi dengan tirai dusta.
"Ye Sha," tegurnya dengan suara lunak. "Kamu jangan membohongi hatimu sendiri!"
Aku mengangkat wajah setelah sedetik menghimpun napas. Disambutnya tatapan mataku yang binar dengan hembusan udara yang keluar dari sepasang pelepah tipis bibirnya. Sesaat ia memejam, entah untuk apa. Tapi kutangkap kilau yang terpancar dari sepasang mata ekuatornya tadi. Bukti penderitaannya yang terpendam lama. Sebuah penantian yang rasanya berabad. Yang telah dipampas dari pelukannya saat pemuda itu sudah tergapai tangan.
"Aku tidak pernah mencintai, Ase!"
Gadis itu terkekeh. Cukup untuk menampik alasanku tanpa harus dijelaskan dengan serentetan kalimat. Ia mendongak. Seperti kebiasaannya. Mencoba membenturkan pandangannya pada langit kelam, jauh di atas sana. Mungkin saja ada pendar bintang yang turun dan melintas tepat di atas kepala kami. Tapi malam ini semuanya jauh dari harapan. Awan gemawan menutup layar langit yang senantiasa berhiaskan laksaan gemintangnya yang ajaib. Barangkali langit malah akan meniriskan rinai hujan. Mungkin Tuhan belum mengizinkan ia mendapat jawaban pasti tentang ikrar masa lalu lewat penampakan bintang jatuh, yang pernah diucapkannya bersama pemuda yang kini tengah mengalami derita trauma otak akut - amnesia.
"Ase mencintaimu," tegasnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arahku. Tulus berharap. "Dia sangat mencintaimu, Ye Sha!"
"Anak bodoh," uraiku, menderaikan tawa di ujung kalimat. "Anak itu memang bodoh, Shancai. Hei, dia pikir dengan perhatian lebih yang kuberikan selama ini...."
Shancai menyergah. Alisnya bertaut, penggambaran amarah yang meruap atas kekerasan hatiku. "Dia mengatakannya sendiri padaku!"
Aku mengurai simpul bibir, tersenyum dengan rona tawar. Namun makna yang terpancar dari sumringah itu bukannya penegasan yang bijak. Dan bodohnya, aku selalu menyangka dapat mengibuli gadis itu dengan seperangkat dusta. Tapi ternyata aku salah. Gadis itu tak bergeming. Ia cermat mengamati. Bahwa aku tengah bersandiwara.
"Dia jatuh cinta padaku, memang iya," dustaku untuk kesekian kalinya. "Tapi bukan berarti aku harus mencintainya juga. Kamu tahu kenapa aku baik kepadanya?"
Tubuh gadis mungil di sampingku menegak. "Kenapa?"
"Karena aku merasa berutang kepadanya. Aku merasa bertanggung jawab moral mengembalikan ingatannya. Dia amnesia karena aku. Kalau bukan karena aku, dia tidak mungkin melupakan kamu!"
"Itu insiden. Jangan mengurai dalih tentang kecelakaan mobil di Barcelona, Ye Sha. Lepas dari semua itu, Ase memang mencintai kamu."
"Jangan memaksaku untuk menerima cintanya, Shancai. Aku tidak suka memaksakan diri mencintai orang yang tidak kusukai."
"Tapi...."
"Ase milikmu. Aku minta maaf...."
"Maaf kenapa?"
"Aku secara tidak langsung sudah bikin hidup kamu menderita. Kecelakaan mobil itu sudah menyebabkan dia amnesia sehingga melupakan kekasihnya yang bernama Tong Shancai di Taiwan. Sekarang, mau tidak mau aku harus mengawal dia menemukan kembali identitas dirinya yang sesungguhnya. Dia bukan Axing. Tapi dia adalah David Taoming. Taoming Se!"
"Tapi...."
"Shancai, seharusnya kamu bahagia. Orang yang kamu cintai telah kembali ke Taipei. Hei, bukankah itu yang kamu inginkan kan? Sama sepertimu, aku juga bahagia karena sudah dapat mewujudkan impianku yang tertunda gara-gara kecelakaan mobil di Barcelona itu."
"Maksudmu?"
"Kini aku terbebas dari beban-beban yang menghantuiku siang dan malam. Mau tahu kenapa? Karena sekarang Ase sudah lepas dari tanggung jawabku. Dia telah menemukan orang yang tepat. Kamulah orang itu, Shancai. Kamulah orang yang dapat merawat Ase sampai pulih dari amnesia. Itu berarti aku dapat berkeliling dunia tanpa dibebani oleh pesakit Taoming Se."
"Ta-tapi...."
"Percayahlah, Shancai. Sedari dulu aku memang tidak pernah mencintai Ase. Kalaupun selama ini aku sudah memberikan perhatian istimewa padanya, hal itu tidak lain disebabkan tanggung jawab moralku untuk memulihkan ingatannya. Saat Ase jatuh hati padaku, aku pun berpura-pura menerima cintanya. Shancai, aku tidak ingin melukai hatinya pada waktu itu. Makanya, aku berbohong mencintai dirinya. Setelah membaca coretan kamu di dinding pondokanku tempo hari, maka ketika itu juga aku merasa merdeka. Aku jadi bersemangat untuk mencari kamu, sang penulis kisah penantian itu. Setelah bertemu dengan kamu, aku benar-benar merasa bahagia. Berarti aku dapat melanglang buana. Nah, besok aku akan terbang ke luar negeri. Doakan aku supaya selamat, ya?"
"Ye Sha...."
Aku memejam. Pelupuk mataku dibanjiri airmata. Sepoi angin malam yang malas merangkak membuai tengkuk. Tidak terlalu dingin. Tapi giris yang aku rasakan membekukan hati. Aku menggigit bibir. Tidak kuasa lagi menahan airmata.
"Ye Sha...."
Aku belum berani berpaling. Airmata ini harus kusembunyikan. Bukan untuk apa. Aku tidak ingin gadis itu sampai tahu kalau aku sebenarnya mencintai kekasihnya yang amnesia.
"Kami akan menunggumu pulang!"
Aku mengangguk tanpa mengangkat muka. Sebersit rasa mengaduk-aduk hati. Kenangan manis bersama Axing babur di benakku. Mendadak gamang dengan keputusanku yang pura-pura. Tapi aku harus berbohong. Shancai sudah sangat menderita. Ia sudah kehilangan kebahagiaannya saat tragedi di Barcelona itu. Aku telah merampas kebahagiaannya. Aku telah merampas kekasihnya. Maka aku tidak pantas memiliki hati Taoming Se meski pemuda itu tulus mencintaiku!
"Ye Sha...."
Tuhan tolong!
Jangan biarkan airmataku jatuh di hadapan Shancai. Biarkan aku belajar tegar seperti gadis itu.
"Aku sudah ikhlas, Ye Sha!"
Aku kembali memejam. Hatiku semakin berdarah. Inikah ketulusan cinta yang terpancar dari hati seorang Hawa?! Inikah karya purna dari langit yang dicetuskan pada diri seorang Shancai?! Sungguh. Aku kerdil di dalam keagungan cintanya! Dan sama sekali tidak berminat untuk merebut hati kekasihnya meski hal itu semudah membalik telapak tangan!
"Tolong jangan usik keberangkatanku dengan nama Taoming Se lagi, Shancai!"
Airmatanya menitik. Keharuan merayapi dinding-dinding malam. Tong Shancai, gadis mungil dengan semangat gergasi itu meneteskan airmata! Aku tersenyum sinis. Cinta merapuhkan hati kami berdua. Taoming Se meluluhlantakkan tembok ketegaran kami. Cinta memang telah mengerdilkan kami. Romantisme membabur. Melukai hati kami berdua.
"Kamu akan melukai hati Ase, Ye Sha!"
"Aku tidak ingin kamu terluka!"
"Aku ikhlas, aku ikhlas!"
"Tapi aku tidak dapat menerima orang yang tidak aku cintai!"
Aku menggigit bibir. Mengelak ketika sorot mata beningnya itu hendak membaca isi hatiku yang sesungguhnya lewat kedua bola mataku. Sebuah kesia-siaan. Sebab gadis itu menggeleng, menolak uraian dalih yang kucetuskan dengan suara sember.
"Kamu telah menyiksa hatimu, Ye Sha!"
Aku menggeleng. Mengharap rinai hujan akan segera turun malam ini sehingga airmataku tersamar oleh tirai-tirainya yang basah. Tapi langit masih menggantungkan uapan air itu. Enggan mewujudkan permintaan hatiku. Malah mengarak gumpalan hitam itu menjauh dari hadapan. Dan menyibakkan gemintang yang sudah samar menoktah.
"Sudahlah, Shancai. Aku memang tidak mencintai Ase, kok."
"Tapi...."
"Ciayo-bersemangatlah, Shancai. Aku yakin ingatan Ase akan pulih kalau kamu terus menyertainya. Aku harap kamu dapat bersamanya setiap hari. Mungkin dengan begitu kenangan kalian berdua akan menguak sedikit demi sedikit di serabut kelabu otaknya. Oke?"
"Tapi...."
"Aku mohon penuhi permintaan terakhirku itu, Shancai. Jagalah Ase. Sertai dia setiap hari. Aku akan sangat berterima kasih kalau kamu mau mendengar semua permintaanku itu."
"Ye Sha...."
"Shancai, ciayo-bersemangatlah!"
"Tapi...."
"Sudahlah. Tidak ada tapi-tapian lagi. Sudah larut malam. Besok pagi aku sudah harus berangkat. Nah, sekarang janji. Di antara kita tidak boleh ada yang berpaling saat melangkah, terlebih-lebih menangis. Jadi, aku akan menghitung satu-dua-tiga. Setelah itu kita masing-masing berbalik. Aku ke kanan dan kamu ke kiri. Janji, tidak boleh ada yang menangis!"
Gadis itu mengangguk. Rambutnya yang mayang terkibas angin malam. Ia membalik badan dengan langkah berat. Aku menggigit bibir. Ragu dengan keputusan yang kubuat sendiri, untuk tidak saling mengingkari peraturan yang telah disepakati bersama tadi.
Dan ketika melangkah, airmataku semakin menderas.

Keterangan

Meningoenchepalitis = Sejenis penyakit langka, disebabkan oleh rusaknya sistem imunisasi. Dapat merusak sistem syaraf dan otot. Menyebabkan penyusutan otot dan kelumpuhan. Juga dapat merusak syaraf otak dan sistem penglihatan yang berakibat kebutaan. Penyakit ini sangat mematikan. Penderita biasanya dapat bertahan hidup tiga bulan sampai enam bulan. Penyembuhan penyakit ini dapat dilakukan dengan melakukan transplantasi atau pencangkokan sumsum tulang dengan donatur yang memiliki sel darah yang cocok dengan penderita.

Meteor Garden = Suatu ketika Shancai dan Taoming Se pernah berikrar pada saat cinta mereka terhadang banyak kendala. Cinta mereka akan bersatu seandainya saat itu ada bintang jatuh atau meteor. Dan ternyata memang ada meteor yang melintas pada saat mereka berduaan di balkon rumah.

Axing = Nama buat Taoming Se yang diberikan oleh Ye Sha saat identitasnya belum diketahui karena mengalami amnesia.

Dinding Pengharapan = Shancai menulis pesan-pesan dan ungkapan kerinduan hatinya pada Taoming Se, yang entah berada di mana, di dinding pondokan Ye Sha. Saat Ye Sha membaca tulisan di dinding itu, ia menyadari kalau Taoming Se telah memiliki kekasih yang masih menantinya di Taipei.


Chapter 3:
Rinai Rambun Nova

Thimphu, Kerajaan Buthan
12 September 2002

Kak Sha,
Musim dingin di Praha menggigilkan aku dalam sepi. Keindahan kota tua itu nyaris hilang ditelan rambun salju. Sangat menyedihkan. Padahal aku ingin menyaput lara dalam hatiku dengan genangan indah kenangan. Untuk itulah aku pergi dari kota ini. Ritual melanglang buana aku cukupkan sampai di sini. Aku harus pergi. Dan kembali ke kediamanku yang damai di sini, Buthan.
Jangan menertawai tulisanku yang jelek ini. Karena di balik tulisan cakar ayamku ini ada hal penting yang ingin aku ungkapkan pada Kak Sha. Dalam suratku kali ini, ada impian dan kenangan yang selama ini - tanpa kusadari telah membentuk seorang Ye Sha sehingga mampu berdiri dengan kepala tegak menghadapi getir kenyataan. Ketika semuanya babur dalam benakku, sekali lagi hanya Kak Sha-lah tempatku melabuhkan keresahan. Aku minta maaf. Dan jangan menganggap Jong Gang Ye Sha - Ye Sha Si Pemberani ini merupakan gadis pengganggu. Bukannya bintang Timur yang senantiasa menerangi mereka yang tersesat. Sungguh, aku tidak pernah menganggap Kak Sha sebagai talang yang menampung sempelah unek-unekku. Kenapa? Karena Kak Sha adalah saudara sekaligus sahabatku yang terbaik di dunia.
Lewat surat sepanjang cerita pendek ini aku ingin menitipkan salam untuk orang-orang yang pernah demikian dekat di hatiku. Setiap mengingat mereka, hatiku serasa berdarah. Diam-diam aku selalu menangis untuk itu. Tapi aku tidak pernah menyesali, kenapa Tuhan menggariskan pertemuan seorang gadis pelarian Kerajaan Buthan dengan seorang cowok amnesia konglomerat, Taoming Se.
Kak Sha,
Sebenarnya sejak dulu aku tahu ingatan Ase sudah pulih. Dia sudah pula menemukan cintanya yang sejati terhadap Shancai saat aku menghadapi kenyataan yang memilukan ini. Mulanya aku benar-benar tidak dapat menerima kenyataan ini. Karena itulah aku dengan tamak menerima kebaikan Ase untuk menemaniku berkeliling dunia terakhir kali.
Aku hanya berpura-pura berani, bersikap tegar menghadapi sang kematian. Sebenarnya aku sama sekali tidak berani menghadapi kehilangan dan perpisahan. Karena itulah aku melukis semua punggung manusia. Membuat apa yang aku cintai seolah tidak lekang dari mataku. Hei, mungkin aku terlalu egois. Mungkin aku terlalu picik menyikapi semua kenyataan ini!
Naif, ya?!
Tapi akhirnya aku sadar, apa yang telah kita miliki tidak selamanya abadi. Suatu saat semua akan lepas. Seperti saat vonis repertum dokter beberapa waktu lalu bahwa usiaku yang mungkin memendek oleh penyakit meningoenchepalitis. Hah, lalu apa artinya semua yang kita miliki sementara jiwa kita pun tidak dapat melekat pada raga selamanya?!
Apa artinya semua ini?!
Ase mendampingiku menjelajahi satu kota ke kota yang lain. Saat melihat dunia yang indah ini, akhirnya aku sadar dan mengerti kenapa Tuhan melibatkan aku ke dalam kisah Ase dan Shancai?
Tuhan ingin aku belajar sesuatu!
Tuhan ingin memaparkan sebuah ketegaran dan keberanian yang ditunjukkanNya lewat seorang Shancai.
Aku belajar dari gadis itu. Belajar atas kegigihannya mendapatkan cintanya yang hilang! Belajar atas kesabarannya menunggu seseorang yang seolah dipampas dari kehidupannya! Belajar dari perjuangannya menempuh kerasnya penentangan dirinya oleh Taoming Feng, ibunda Taoming Se!
Aku belajar sedikit demi sedikit dari Rumput Liar itu. Bangun dari kekalahan. Bangkit dari kenyataan pahit tentang kematian yang akan memendekkan perjalanan hidupku. Aku belajar untuk tabah menghadapi penyakit yang akan memangkas usiaku yang kini cuma sejengkal tangan.
Aku jadi lebih tegar seperti karang. Karena sesungguhnya hidup itu tidak serumit yang dibayangkan banyak orang. Hidup untuk saling mengasihi tanpa pamrih merupakan anugerah indah. Aku merasa bahagia telah menyatukan dua hati itu.
Aku tidak terluka!
Sungguh. Meskipun sesaat rasanya sakit, tapi kebahagiaan mereka telah menumbuhkan rasa lain di hatiku. Jauh mengalahkan rasa sakit itu. Bahkan sama sekali menyaputnya dengan sukacita. Aku telah membahagiakan orang yang paling aku cintai seumur hidupku, Taoming Se!
Kak Sha,
Mungkin Kak Sha akan sinis menertawai romantisme ini. Terlalu cengeng barangkali? Tapi sungguh, aku tidak terluka. Aku baik-baik saja. Jauh merasa lebih bahagia ketimbang tetap memaksakan diri memiliki Ase seutuhnya. Kenapa?! Karena dengan begitu, cintaku akan tetap abadi di hati. Aku jadi bersemangat untuk bertahan di dunia ini. Dengan ketulusan cintaku pada Ase, aku mendadak mengerti dan paham bahwa aku harus hidup.
Ya, aku harus hidup!
Aku ingin tetap hidup. Tapi tentu saja semua itu tidak cukup hanya sebatas kata-kata. Aku harus memperjuangkannya. Aku tidak boleh menerima nasib ini begitu saja. Aku akan memperjuangkan kesembuhan diriku. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kobaran semangat yang telah kalian berikan untuk kesembuhanku agar tetap dapat bertahan hidup. Kalau ingat ayah dan rakyat bangsaku yang setiap hari mendoakan aku dalam ritual-ritual mereka, juga motivasi dan dorongan moril Kak Sha, Ase dan Shancai, mana boleh aku begitu lemah dipermainkan penyakit?!
Mana boleh aku begitu?!
Kak Sha,
Oleh karena itu aku terus mengusahakan kesembuhan diriku. Menjalani serangkaian terapi dan pengobatan. Dan pada akhirnya, lewat bantuan Ayah, aku menemukan donatur sumsum tulang yang tepat. Ini mukjizat dari langit untukku, Kak Sha!
Ini mukjizat!
Kak Sha,
Saat membaca suratku, mohon jangan menangis. Jangan mengkhawatirkan aku lagi. Karena aku sudah kembali dengan selamat di Buthan. Karena akhirnya keyakinanku membuat Tuhan tersentuh. Tuhan mendengar doa-doa kita semua. Tuhan memberikan mukjizat melalui kesembuhan diriku. Operasi transplantasi sumsum tulang telah berhasil aku jalani. Aku selamat. Aku bahagia. Sangat bahagia.
Kak Sha,
Tolong titip salam untuk mereka. Tolong sampaikan kebahagiaanku ini pada Ase dan Shancai. Aku tahu Kak Sha tidak akan mengecewakan aku, bukan?
Well,
Aku janji tahun depan akan berada di pabrik anggur kita di Barcelona. Aku akan menantang Kak Sha minum anggur merah. Tapi sabar sampai tahun depan ya, Kak Sha? Sebab masih banyak urusan di sini yang harus aku selesaikan. Aku masih harus bersitegang dengan Ayah yang selalu mengharuskan aku ikut protokoler Kerajaan Buthan. Harus berlaku layaknya Yang Mulia Tuan Putri Kerajaan. Manis duduk di Istana untuk dipingit Pangeran, entah, dari Kerajaan mana! Bukannya kucing liar yang kerjanya keluyuran dengan jins belel dan seperangkat alat lukisnya!
Kak Sha,
Jangan tertawa membaca suratku. Jangan tertawa membayangkan Yang Mulia Tuan Putri Ye Sha memakai gaun sepanjang kereta api, dengan sepasang sepatu berhak tinggi semeter yang bakal bikin tersandung setiap menaiki undakan di tangga Istana. Hahaha....
Di sini aku merasa jauh lebih baik ketimbang tiga tahun lalu saat kabur ke Barcelona. Aku merasa lebih sedikit dewasa. Mungkin waktu telah mengajari aku banyak hal. Sehingga beban pranata yang senantiasa dipikulkan ke pundakku oleh pihak Istana, khususnya Ayahku, jauh terasa lebih enteng dan ringan. Mungkin juga semua hal itu diandili besarnya pengorbanan cintaku terhadap Ase, yang membuat aku jadi lebih dewasa dan mandiri. Entahlah. Yang pasti, aku merasa Tuhan telah mengutus seorang Ase atau Axing ke dalam hidupku. Agar aku dapat mengerti hakiki cinta yang sesungguhnya!
Kak Sha,
Mungkin sudah saatnyalah aku menghentikan hanya melukis punggung orang-orang lagi. Aku ingin melukis wujud orang sesungguhnya. Karena dari keutuhan wujud lukisan itulah aku dapat melihat keberanian seorang Ye Sha. Yang berani dan jujur melihat sisik-melik kehidupan, dan menerima apa pun yang telah digariskan Tuhan untuknya!
Terima kasih untuk segalanya. Semoga Tuhan selalu melindungi Kak Sha, sahabat terbaikku di dunia.

My Luv 4 U
Ye Sha Si Pemberani

Keterangan

Jong Gang Ye Sha = Berharfiah Ye Sha Si Pemberani. Sebuah julukan untuk bintang kejora yang diberikan Ye Sha pada saat ia tersesat di pinggir sebuah hutan pada masa kanak-kanaknya.

Taoming Se = Adalah salah satu personel F4 yang popular di Universitas Ying De, Taiwan. Dalam sebuah perjalanan wisatanya bersama Shancai dan anggota F4 lainnya ke Barcelona, ia mengalami kecelakaan lalu-lintas sehingga mengakibatkan trauma otak, amnesia. Karena tidak mengetahui identitas dirinya, Ye Sha - gadis yang menabraknya, kemudian bertanggung jawab merawatnya, memberikan nama Axing kepadanya. Axing berarti bintang.

Shancai = Adalah adik kelas Taoming Se di Universitas Ying De, Taiwan. Serangkaian kisah kasih yang mengharu-biru telah mereka lalui bersama. Sosoknya yang tegar dan pantang menyerah membuat Taoming Se jatuh hati padanya. Mereka pun berpacaran meski ditentang keras oleh Taoming Feng, ibu Taoming Se.

Ye Sha = Memiliki hobi melukis. Namun obyek yang dilukisnya selalu punggung manusia atau obyek dari belakang.

Shancai = Dalam bahasa Mandarin secara harfiah berarti Rumput Liar, sejenis tumbuhan perdu liar. Rumput Liar merupakan nama sekaligus julukan untuk Tong Shancai. Gambaran itu sesuai untuk sifat Shancai yang keras dan pantang menyerah.

Chapter 4:
Datanglah Gemintangku

Aku adalah Taoming Se yang lolos dari maut
biarkan aku katakan padamu seperti apa mati itu
mati adalah saat kau ingin melakukan sesuatu
tapi sudah tak sempat
mati adalah kau sudah tak punya kesempatan
sekalipun hanya untuk menyeka airmatamu
mati adalah kau bahkan tak punya kesempatan bernapas tiga bulan
jadi apakah kau memilih menyerah
pada sisa napasmu
yang tinggal tiga bulan ini?

- Taoming Se
Dialog Jingga Menjelang Ajal Ye Sha
(Meteor Garden II)


Lembayung di Barcelona mulai menaungi jejeran bangunan gotik dengan sinarnya yang menjingga ketika Gereja St. Pons kembali menjadi saksi bisu bertautnya dua hati. Taoming Se melepaskan pelukannya pada bahu gadis mungil di hadapannya. Entah berapa lama ia terpaku, memeluk erat Shancai yang masih menitikkan airmata haru.
Semuanya seperti mimpi! Legenda petaka cincin meteor itu telah berlalu. Serangkaian kisah getir telah mereka arungi bersama. Namun keagungan cinta mereka mengalahkan segalanya. Meski takdir seolah-olah mempermainkan mereka. Mengorbankan dua hati orang yang pernah mereka kasihi sepenuh jiwa. Ye Sha di satu pihak. Dan Hua Ce Lei di pihak lainnya.
"Shancai, aku ingin melamarmu!" Taoming Se berbisik, menyentuh kembali pundak mungil Shancai. Suaranya berdenyar pelan, gugup namun terdengar tegas.
Sontak wajah tirus itu mendongak. Seperti tidak percaya dengan pendengarannya sendiri, ia menatap lamat wajah sumringah Taoming Se. Ditelusurinya kedalaman sepasang mata telaga di hadapannya. Menerka-nerka gambaran yang tercetus di dalam kalimat yang terlontar barusan. Mungkin saja pemuda itu tengah mengigau akibat euforia pertemuan yang sangat membahagiakan mereka. Namun setiap menatap sepasang manik mata itu, ia malah mendapati kesungguhan yang berasal dari palung hati.
"Kamu mau kan, Shancai?" desak Taoming Se pelan, menggetarkan lembut bahu gadis berambut mayang itu. "Kita akan bersatu. Kita akan lalui semua rintangan bersama-sama. Tidak peduli seberapa besar hambatan yang bakal menghalangi cinta kita lagi."
Sesaat Shancai tidak tahu harus berbuat apa. Ia menunduk seperti biasa. Degupan di jantungnya terdengar riuh. Keputusan yang dilesatkan oleh Taoming Se memang serupa mimpi. Dan ketika anak panah kalimat itu menancap tepat di hatinya, ia masih meyakinkan dirinya tengah bermimpi. Sama sekali tidak menyangka pertemuan mereka akan diawali dengan selantun litani.
"Tapi...."
"Tapi kenapa?!"
Gadis itu membisu. Kerongkongannya perih. Ada rasa sakit yang kembali mengaduk-aduk hatinya. Seraut wajah lara membayang di pelupuk matanya. Banyak hal yang belum dapat dituntaskannya hanya dengan sekali rengkuh. Aral yang membentang terlalu garang untuk ditempuh oleh tubuh rapuh seorang Tong Shancai. Menjawabi desakan pemuda itu hanya akan menambah sejumlah luka di hatinya. Mungkin terlalu dini apabila ia mengangguk. Sebab hari-hari yang menjelang belum mencetuskan sebuah asa yang pasti. Dan ia lebih memilih untuk menyimpan saja impian cintanya itu hanya dalam hati saja tanpa harus memupuknya dengan segebung harapan.
Atmosfer sunyi di Gereja St. Pons melingkupi dinding-dinding dua hati. Dari kejauhan lonceng tua di salah satu puncak menaranya bergetar pelan ditiup semilir angin. Syahdu pertemuan dua hati sekaligus menggamangkan. Shancai terisak. Satu di antara seribu kenangan indah mereka berdua menguak kembali di memori kepalanya. Mungkinkah takdir akan kembali mempermainkan cinta mereka?! Mungkinkah takdir akan kembali memisahkan tautan hati mereka?!
"Kamu meragukan ketulusanku?!"
Shancai menggeleng.
Tidak! Bukan karena hal itu! Kesungguhan dan ketulusan yang telah kamu berikan padaku jauh sebelum ikrar kita di bawah hujan meteor, telah membuktikan betapa besarnya cintamu padaku, Ase! bisik Shancai dalam hati.
"Shancai...."
"Ase jangan mendesakku!"
"Tapi...."
"Aku pikir...."
"Kamu pikir apa?"
Shancai menyusut airmata yang menitik di pipinya. Diuraikannya simpul bibir. Tersenyum di antara isak tangisnya.
"Kamu belum percaya...."
"Kamu mencintaiku tulus, aku tahu dan percaya itu. Tapi, aku pikir kita tidak mungkin dapat bersatu...."
Wajah tampan itu mengeras. Sontak sepasang tangannya yang sedari tadi menyampir di bahu Shancai terlepas. Ia menggeleng samar.
"Takdir?!"
Shancai memejamkan matanya di ujung kalimat sinis Taoming Se. Mungkin takdir merupakan biang pelantak hubungan mereka berdua seperti yang diucapkan pemuda itu barusan. Entahlah. Yang pasti ia merasa cinta mereka berdua sejak awal memang tidak direstui.
"Ase, kamu jangan menganggap aku tidak pernah serius dengan hubungan kita ini. Aku juga punya mimpi untuk dapat bersama denganmu. Selama-lamanya. Tapi...."
"Tapi apa?"
"Hubungan kita tidak direstui. Ingat itu, Ase. Meski Kak Zhuang merestui hubungan kita ini, tapi orangtuamu tidak! Ibumu, mungkin juga Ayahmu masih menyimpan harapan yang besar pada putra tunggalnya, Taoming Se, yang merupakan satu-satunya putra tunggal pewaris perusahaan kapital Taoming Enterprise. Mereka lebih mengharap dan menganggap kelangsungan hidup perusahaan mereka lebih penting ketimbang memikirkan calon pendamping untuk putranya. Apalagi...."
"Cukup, Shancai!" Taoming Se menghardik, menempelkan jari telunjuknya tepat di tengah bibir Shancai. "Aku tidak mau mendengar kamu bilang...."
"Buktinya aku memang...."
"Apapun dan dari mana asalmu, aku tetap mencintaimu!"
"Apa yang dapat mereka peroleh dari seorang 'Rumput Liar'?!"
"Aku tidak peduli semua itu! Shancai, jangan menyiksaku lagi! Aku cinta kamu, dan aku tidak ingin kehilangan kamu lagi."
"Tapi...."
"Aku tidak peduli seberapa besar Ibuku menentangmu! Aku juga tidak peduli dengan Taoming Enterprise! Aku tidak peduli semua itu! Aku cuma berharap dapat bersamamu selamanya. Sebab itulah kebahagiaanku yang sesungguhnya. Jauh dari semua apa yang ditawarkan oleh Ibuku. Menjodohkan aku dengan gadis pilihannya yang sama sekali tidak aku cintai, mengatur hidupku, dan menghalangi aku mencintai gadis sebaik kamu! Ibuku terlalu egois, Shancai! Tidak sedikit pun Ibuku pernah mau memikirkan kebahagiaan putranya sendiri!"
"Ase...."
"Shancai, aku ingin menebus semua kesalahanku! Aku minta maaf! Selama ini, aku telah menyakiti hatimu!"
"Ti-tidak...."
"Lei sudah menceritakan semuanya. Rupanya banyak hal yang tanpa kusadari telah melukai hatimu. Selama ini aku telah mencampakkan kamu. Aku juga...."
"Ta-tapi, bukan maksud kamu sebenarnya berbuat begitu. Ase, ketika itu kamu memang tidak tahu, dan tanpa sadar melupakan semua hubungan yang pernah kita jalin dulu karena amnesia."
"Tapi...."
"Aku tidak pernah menyalahkan kamu, meski Ye Sha...."
"Ye Sha. Ye Sha hanyalah sepenggal takdir yang diturunkan dari langit dalam skenario cinta kita, Shancai. Aku terluka dan sakit hati ketika menghadapi dilema, harus memilih siapa. Cinta sejatiku yang berarti memilihmu, atau cinta karena jasa dan kebaikan yang berarti memilih Ye Sha. Tapi tahu tidak, setiap merenung dan menanyai hati kecilku, maka yang terpikirkan hanyalah kamu seorang. Hanya kamulah cintaku, Shancai!"
"Tapi...."
"Aku tidak ingin menyakiti hatimu untuk yang kedua kalinya, Shancai. Aku ingin menebus semua kesalahan masa laluku terhadapmu. Itulah sebabnya aku mengikuti ajakan Ye Sha mengelilingi dunia untuk yang terakhir kalinya. Itu semua karena aku ingin memutuskan pilihan yang tegas, yaitu memilihmu dan hanya menganggap Ye Sha sebagai bagian dari perjalanan hidupku yang, selamanya akan kusimpan sebagai kenangan di hatiku. Lewat perjalanan kami berdua itulah, maka aku memiliki banyak waktu untuk mencetuskan keterusteranganku pada Ye Sha. Bahwa selamanya seorang Taoming Se tidak pernah dapat melupakan Tong Shancai. Cinta sejatiku!" jelas Taoming Se, menatap gadis di hadapannya dengan rupa melas. "Pada waktu itu aku merasa sangat berdosa kepadamu. Bagaimana mungkin aku dapat meninggalkan cinta pertamaku di Taipei, sementara di lain pihak aku bersama-sama gadis lain melanglang dunia."
"Ta-tapi, kamu telah melukai hati Ye Sha, Ase!"
"Apakah aku harus menyalahkan takdir?! Tidak, Shancai! Ye Sha adalah kenangan, bagian dari takdir. Sekarang dan selamanya, Shancai adalah bagian dari cinta sejatiku!"
"Ase...."
"Sudahlah, Shancai!" Taoming Se mengibaskan tangannya pelan. "Jangan menghancurkan harapan dan kebahagiaanku untuk dapat mencintaimu selama-lamanya!"
"Ta-tapi...."
Tak ada jawaban atas kalimatnya yang protes. Tubuh mungilnya itu tersentak ke depan oleh sepasang tangan kekar yang merengkuhnya. Pemuda itu memeluknya erat-erat. Membelai rambut mayangnya. Menyalurkan kehangatan pada bilah hatinya yang bimbang.
Dan sesungguhnya, jauh di lubuk hatinya, ia memang tidak ingin Taoming Se melepaskan pelukannya setelah terpisah sekian lama.

Keterangan

Legenda Cincin Meteor = Pada waktu berlibur ke Barcelona, Shancai tertarik pada sebuah cincin meteor yang diyakini mengandung legenda getir, yang enggan dijual oleh salah seorang pedagang suvenir di sana. Diam-diam Taoming Se memaksa membeli cincin tersebut untuk diserahkan pada Shancai di Gereja St. Pons nantinya. Namun legenda petaka yang menyertai cincin meteor tersebut ternyata menjadi kenyataan. Bahwa cincin meteor tersebut harus sepasang. Kalau tidak, orang yang memiliki dan menyimpan hanya satu cincin meteor yang seharusnya sepasang itu akan mengalami musibah dalam hidup ataupun kisah cintanya.

Taoming Zhuang = Adalah kakak perempuan Taoming Se. Di dalam keluarga konglomerat Taoming, hanya Taoming Zhuang-lah yang merestui hubungan Taoming Se dengan Shancai.

Lei = Nama kecil Hua Ce Lei. Merupakan salah seorang personel F4. Hua Ce Lei, Taoming Se, dan Shancai sempat terlibat cinta segitiga. Setelah Shancai dan Taoming Se resmi berpacaran, Hua Ce Lei meninggalkan Taiwan dan berangkat ke Jepang sebagai kompensasi kegagalan cintanya.

Chapter 5:
Legenda Gereja St. Pons

Gereja St. Pons
suatu ketika dalam birama lawas
saat langit Barcelona melembayung
menyimpan legenda tentang kinasih
takhta suci sang cinta
karya agung dari surga

Ketika sayapku mengepak
hendak menggapai impian
merpatiku Jing tak pernah datang
menyepikan aku dalam diam
dan hanya menyisakan sebait lara di hati

Taoming Se
mohon wujudkan impianku yang safa
kebahagianmu dengan Shancai
adalah liuk lafazku
sehingga bilangan hari yang membentang
tak akan memaparkan kenangan berdebu

- Hua Ce Lei
Legenda Gereja St. Pons
(Meteor Garden II)

***

Barcelona masih menghadirkan kenangan yang sama. Jalan-jalan kenangan, setahun yang lalu, tetap menyuguhkan keindahan natural tak berbanding. Di sini, setahun lalu, dua hati yang bertaut telah dipisahkan oleh takdir. Malapetaka legenda cincin meteor seolah menyaput kebahagiaan mereka berdua. Kecelakaan mobil di jalan protokol Gereja St. Pons akhirnya menghadirkan serangkain kisah miris. Pemuda itu amnesia. Melupakan semua kenangan yang telah dirajut melalui serangkain kisah semanis madu dan segetir empedu.
Lalu lahirlah kisah baru. Ihwal pertemuannya dengan putri kerajaan dari Buthan yang hidup hippies melanglang buana dari satu negeri ke negeri lainnya, Ye Sha.
"Kamu belum menjawab ajakanku, Shancai!"
Gadis itu tersenyum. Pemuda itu belum berubah. Sifatnya yang keras kepala telah melelatukan ingatan dalam memori kepalanya. Universitas Ying De menyimpan banyak kenangan dalam sepenggal romantika hidupnya. Di sana ada F4 yang selalu ia antipati dan ia teriaki dengan kata: Chu Tou - Tolol. Ada pamflet peringatan You'll Be Dead bertanda F4. Ada Ching He yang kocak. Ada Li Zhen sahabat karibnya yang berkhianat. Ada dosen yang lembek. Ada Qian Hui yang sering pamer kekayaan. Dan seribu kenangan lainnya yang tak terlupa.
"Perlukah aku jawab?"
"Tentu saja!"
"Hei, kamu masih saja keras kepala."
"Tentu saja. Kalau tidak keras kepala, bukan Taoming Se namanya."
"Chu Tou - Tolol! Aku tidak suka Taoming Se. Tapi, aku suka Axing! "
Taoming Se menderaikan tawanya. Shancai mengiramai tawa pemuda berlesung pipi itu.
"Axing milik Ye Sha," ujar Taoming Se setelah meredakan tawanya. "Kamu jangan tamak memiliki dua-duanya, Axing dan Taoming Se."
Sontak senyum mungil itu menguncup. Uraian kalimat bernada gurau itu telah menohok hatinya. Ada rasa sakit bila mengingat semua itu. Kurang lebih setahun lamanya ia meniti jalan penantian itu. Menunggu sampai Sang Kekasih pulih dari amnesia. Sebuah prahara trauma otak yang menimpa pemuda itu telah merampas kebahagiaanya. Merebut orang terkasih dari sisinya.
"Dia...."
Seperti menyadari dirinya telah mewarnai pertemuan mereka dengan lara, Taoming Se secepat mungkin mengubah topik pembicaraan. Ia tahu ucapannya barusan telah menyakiti hati gadis berambut mayang yang sangat dicintainya itu.
"Dia sudah kembali ke Buthan. Hei, sekarang dia pasti sudah dipaksa berlaku menjadi Tuan Putri lagi...."
"Kasihan Ye Sha...."
"Shancai...."
"Maaf...."
"Ka-kamu ti-tidak apa-apa...."
Gadis itu mengangguk, mencoba menyembulkan senyum menutupi galau hatinya. Namun yang dapat ia lakukan adalah menggigit bibir. Kepura-puraan menjadi hal naif. Selamanya ia tidak pernah dapat menutupi perasaannya.
"Maafkan aku, Ase. Mungkin...."
"Jangan berpikir macam-macam lagi, Shancai. Kamu terlalu lelah."
Shancai mengangguk. Selayaknya ia memang tidak patut memaparkan kenangan lama di dalam ruang sakral Gereja St. Pons ini. Toh semuanya telah berlalu. Seharusnya ia merenda harapan, menjelang hari-hari baru yang telah ditawarkan oleh Taoming Se kepadanya. Bukannya kisah suram yang memenggal romantika cintanya dulu.
Semilir angin yang menelusup melalui tubir pintu utama Gereja St. Pons sudah menusuk-nusuk kulit dengan dinginnya yang menggigit. Taoming Se kembali memeluk tubuh gadisnya. Atas nama cinta ia dan Shancai hadir di sini. Sebuah tempat legenda keabadian cinta. Entahlah. Ia tidak terlalu meyakini hal itu. Yang pasti ia telah berikrar untuk senantiasa mencintai gadisnya. Gadis yang telah dipampas dari hari-harinya melalui sebuah musibah kecelakaan yang menyebabkannya amnesia.
Api kecil pada lilin-lilin lampai di muka altar yang tertiup angin seolah melambai-lambai ke arah mereka ketika dua remaja itu melangkah keluar. Barangkali turut merasakan kebahagiaan pertemuan dan pertautan dua hati yang telah lama dipangkas oleh sang waktu.

***

Sudah nyaris dinihari. Tapi ketiga pemuda itu enggan beranjak dari cafe. Bukan hal yang gampang untuk dapat berkumpul bersama seperti sekarang. Reuni F4 minus Taoming Se namun plus Kak Sha memang terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Semua personel F4 memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Taoming Se masih berusaha mendapatkan cintanya yang hilang. Ximen saat ini terlalu disibuki dengan urusan kantor perusahaan ayahnya. Hua Ce Lei masih mencari nafkah dan identitas dirinya di Jepang. Sementara Mei Cuo masih berusaha membangun kehidupannya bersama Ing Sau Chiau sehingga nyaris tidak punya banyak waktu untuk berkumpul bersama teman-temannya lagi.
Namun untung Kak Sha membuka sebuah cafe kecil di Taipei. Jadi jika senggang, mereka akan bertemu di cafe Kak Sha yang baru, Sha's Cafe. Sejak kepergian Ye Sha ke Buthan, Kak Sha tidak memiliki sahabat paling setia lagi. Ia merasa sangat kesepian. Untuk itulah ia berinisiatif untuk membuka sebuah cafe kecil agar dapat memiliki kegiatan di waktu-waktu luangnya yang basir. Di samping itu, ia juga hendak menyatukan F4 kembali di dalam sebuah tempat berkumpul. Dengan berbekal modal selama bekerja sebagai petani kebun anggur di Barcelona, Kak Sha pun menyewa sebuah rumah dan ditata menjadi cafe yang menjual aneka hidangan serta minuman.
Dan seperti malam ini, Kak Sha kembali menemani personel F4. Minum seperti biasa sembari bersenda gurau mengusir kepenatan setelah bekerja sehari-harian.
"Ayo kita bersulang untuk kebahagian pertemuan Ase dan Shancai di Barcelona!" ujar Kak Sha, mengangkat gelas yang berisi Grand Sand tinggi-tinggi.
Sertamerta ketiga personel F4 mengakuri toast yang ditawarkan Kak Sha. "Ya, untuk kebahagiaan Ase dan Shancai!"
Terdengar gelas berdenting di udara. Keempat remaja itu minum setelah bersulang. Tidak ada kecemasan dalam hari-hari mereka lagi. Taoming Se sudah sembuh dari amnesia. Shancai sudah pula mendapatkan kembali cintanya yang sempat hilang. Dan Ye Sha telah kembali ke Buthan setelah berhasil dengan selamat menjalani operasi transplantasi sumsum tulang.
Setahun mereka diliputi kecemasan. Solidaritas dan kesetiakawanan yang tinggi di antara personel F4 membuat mereka peduli, dan berusaha menyelesaikan semua kendala yang melanda salah satu personel F4. Siapa pun dan seberat apapun masalahnya. Sekarang mereka merasa lega, dan dapat berkumpul lagi tanpa dibebani oleh problema.
Ada dering ponsel terdengar. Lei meredakan tawanya. Dikeluarkannya ponsel model mini dari saku celananya. Dilihatnya layar biru ponselnya. Dan kontan tersenyum ketika identitas sang penelepon tercantum di sana .
"Hei, dari Ase!" jeritnya pelan sembari memperlihatkan ponselnya ke arah sahabat-sahabatnya.
Ximen mengulum senyum, berlipat tangan seperti biasa setelah membetulkan letak kacamatanya yang sedikit melorot dari pangkal hidung. Mei Cuo menggeraikan bilah-bilah rambutnya yang sebahu. Sementara itu Kak Sha mengangguk-angguk dan membolakan matanya dengan gaya lugunya. Semuanya tampak gembira, seolah-olah dapat merasakan kebahagiaan Taoming Se dan Shancai di Barcelona.
"Hm, rupanya Ase memang sangat beruntung. Baru saja kita membicarakan dia, tahu-tahu dia menelepon. Dasar anak mujur!" tutur Mei Cuo, mengomentari deringan pada ponsel Hua Ce Lei.
"Halo, Ase. Apa kabar?"
"Baik. Eh, Lei, kamu di mana?"
"Saat ini aku bersama Ximen dan Mei Cuo di cafenya Kak Sha. Kak Sha juga sedang menemani kami, kok. Hei, kamu belum menceritakan sesuatu kepada kami. Bagaimana hubunganmu dengan Shancai di sana?"
"Everything is ok! Lei, aku harap kamu beserta Ximen dan Mei Cuo dapat berangkat ke Barcelona secepatnya. Kalau bisa besok pagi. Ajak pacar-pacar mereka sekalian kemari."
"Wait, wait, Ase! Untuk apa kami ke Barcelona? Hei, kami tidak mau mengganggu acara happy ending-mu dengan Shancai!"
"Tapi, kali ini ada hal penting yang harus kalian saksikan. Lei, aku tidak mau dianggap tidak setia kawan, dan melupakan kalian begitu saja ketika sudah senang."
"Ada apa, sih?"
Suara Taoming Se di seberang sana terdengar menjerit girang sampai-sampai kedua sahabat sejatinya, Mei Cuo dan Ximen dapat mendengarkan dari jarak cukup jauh.
"I WILL MARRY SHANCAI THE DAY AFTER TOMORROW!"
Hua Ce Lei terlongong. Ximen dan Mei Cuo seperti tersentak dari kursi. Suara yang terdengar dari horn ponsel Hua Ce Lei seperti menghipnotis mereka. Tidak sedikit pun pernah terlintas dalam benak kalau pertemuan dua hati tersebut akan ditutup dengan ikatan sakral perkawinan.
"Lei, kamu masih mendengarkan aku tidak?!"
Hua Ce Lei mematung. Ponselnya masih menempel di daun telinga kanannya. Tapi tak ada sepatah kata pun yang meluncur dari bibirnya. Hatinya giris. Gadis mungil berambut mayang itu pernah menjadi bagian dari hidupnya. Banyak kenangan yang tertoreh saat bersamanya. Tapi ia telah mengikhlaskan segalanya saat mengetahui hanya Taoming Se-lah yang dapat membahagiakan hati gadis itu. Dan atas nama cinta, ia mengorbankan diri untuk mengalah. Mundur dari kompetisi merebut hati Shancai. Membiarkan Taoming Se - salah satu sahabat terbaiknya, memasuki kehidupan Shancai.

'Ada apa lagi?! Pertandingan itu sudah usai, Lei. Kamulah pemenangnya!'
'Tidak, tidak! Pertandingan itu belum usai! Kamu harus berani dan fair melanjutkan pertandingan itu, Ase!'

Denyar kenangan lama menguak di memori benaknya. Ia memang sengaja mengalah. Mengalah demi kebahagiaan Shancai. Gadis yang sesungguhnya paling dicintainya!
Dan selalu saja menutupi kekecewaan hatinya dengan tersenyum.

Keterangan

Jing = Adalah cinta pertama Hua Ce Lei. Gadis itu merupakan sahabatnya sejak masih kanak-kanak. Sifat Jing yang dinamis dan proaktif membuat Hua Ce Lei yang pendiam dan introver semakin tersisihkan. Dan menganggap Jing tidak pernah serius dengan cinta mereka. Hubungan mereka merunyam ketika Hua Ce Lei jatuh cinta pada Shancai.

Universitas Ying De = Merupakan kampus Shancai dan Taoming Se di Taipei. Bermula dari selisih paham dalam dunia kampus, akhirnya membawa dua sejoli itu ke ikhwal percintaan. Universitas Ying De juga merupakan salah satu tempat yang paling melekat di memori kenangan Shancai.

Pamflet Peringatan = Merupakan ultimatum tegas F4 yang akan ditempelkan pada seseorang yang dianggap berantipati pada F4. Jika pamflet sudah ditempelkan, maka tidak ada yang dapat luput dari prahara atas kekuasaan penuh F4, yang merupakan anak-anak konglomerat dari pendiri - founder - Universitas Ying De.

Ching He = Adalah sahabat Shancai semasa di Sekolah Dasar. Mereka bertemu kembali di Universitas Ying De. Ching He dijuluki dengan 'Anak Orang Kaya Baru' atau OKB. Ching He suka menolong teman yang sedang kesusahan. Terutama Shancai yang sebenarnya diam-diam dicintainya.

Li Zhen = Adalah sahabat terbaik Shancai sejak SMA. Namun suatu ketika ia mengkhianati dan berkonspirasi dengan sekelompok preman untuk mengerjai Shancai. Ketika tindakannya terbongkar oleh Taoming Se, ia mengaku melakukan hal itu pada Shancai karena didasari rasa cemburu. Sejak Shancai menjadi pusat perhatian F4, ia merasa terabaikan dan tidak ingin melihat F4 bersimpati pada Shancai. Karena diam-diam ia jatuh hati pada salah satu personel F4, Taoming Se.

Axing = Merupakan nama yang diberikan Ye Sha pada Taoming Se ketika pemuda itu mengalami amnesia. Axing sendiri berarti bintang.

Meningoenchepalitis = Ye Sha mengidap penyakit tersebut. Sejenis penyakit langka dan mematikan, disebabkan oleh rusaknya sistem imunisasi. Berkat tekadnya untuk sembuh serta dorongan moril sahabat-sahabatnya (Kak Sha, F4 dan Shancai) di Taipei dan orangtuanya di Buthan, Ye Sha akhirnya berhasil menjalani operasi transplantasi sumsum tulang dengan selamat.

Pertandingan Belum Usai = Sebaris kalimat yang sering dilantunkan oleh Hua Ce Lei. Suatu saat antara Hua Ce Lei, Taoming Se, dan Shancai terlibat cinta segitiga. Untuk memperebutkan Shancai, Taoming Se dan Hua Ce Lei sepakat mengadakan pertandingan basket. Dalam pertandingan tersebut, Taoming Se menyudahi pertandingan yang belum usai dengan keluar dari lapangan karena menganggap Shancai sudah memilih Hua Ce Lei. Hari-hari selanjutnya, Hua Ce Lei yang memang ingin berkorban karena menganggap Shancai sesungguhnya mencintai Taoming Se, masih mencecar Taoming Se dan mengatakan kalau pertandingan mereka pada waktu itu belum usai.

Chapter 6:
Janji Sang Bintang Jatuh

Apakah aku mencintai Hua Ce Lei?
Aku sendiri tak tahu
dia pernah menjadi mimpiku
tapi mimpi beda dengan cinta
mimpi selalu indah
tapi cinta adalah nyata

- Shancai
Taoming Se, Cintaku yang Nyata
(Meteor Garden II)

***

"Halo, Lei...."
Hua Ce Lei menyadari dirinya tengah termangu. Entah berapa lama ia terdiam tanpa menjawabi panggilan Taoming Se di seberang sana. Ditanggapinya sesegera mungkin panggilan personel F4 yang paling berpengaruh itu.
"Eh, ha-halo, Ase...."
"Kamu kenapa sih, Lei?" Suara di seberang sana bertanya dengan nada prihatin. "Kok diam sampai lama begitu, sih? Apa kamu sakit?"
"Ti-tidak...."
"Lei, kalian harus datang. Awas kalau tidak!"
Hua Ce Lei menormalkan suaranya. Disikapinya dengan wajar berita gembira yang didengarnya barusan dari Taoming Se. Ia memang harus ikhlas. Demi kebahagiaan Shancai meskipun hatinya kecewa. Jangan sampai gugup tingkahnya menggambarkan ketidakrelaan. Bukankah ia sendiri juga yang mendesak Taoming Se untuk mengejar Shancai ke Barcelona?! Bahkan ia menyerahkan tiket pesawatnya sendiri kepada cowok itu setelah memukul dagunya karena ngotot tidak ingin mengejar Shancai lagi!
"Beres. Kamu tidak usah khawatir. Momen bahagiamu dengan Shancai hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Mana mungkin kami melewatkannya? Pasti akan kami rayakan dengan pesta besar! Eh, kalau perlu akan kami borong semua kembang api yang ada di Barcelona. Pestamu pasti bakal lebih meriah ketimbang 'Season of The Fireworks' di Barcelona."
Suara di seberang sana tertawa. Hua Ce Lei turut menderaikan tawa. Personel F4 lainnya, juga Kak Sha turut tertawa. Mei Cuo mengangkat gelasnya ke muka ponsel Hua Ce Lei. Seolah-olah hendak mengajak suara di seberang sana untuk bersulang. Tingkahnya yang kocak diikuti oleh Ximen dan Kak Sha. Tiga detik terdengar bahakan yang menggema.
"Hei, kalian sedang apaan sih?" tanya Taoming Se di seberang sana. "Berisik sekali!"
"Kamu pikir sedang apaan lagi sih, Ase? Ya tentu saja sedang merayakan kebahagiaan kamu dan Shancai."
"Oh...."
"So, apakah kamu sudah menyiapkan segalanya?"
"Maksudmu?"
"Maksudku, apakah kamu sudah minta restu dari orangtuamu?"
Suara di seberang sana terdengar tercekat. Terdiam untuk beberapa lama. Sedetik kesadaran berdenyar di kepala pemuda introver itu. Hua Ce Lei menyadari ketololannya. Tentu saja seumur hidup Taoming Feng tidak akan pernah menyetujui hubungan putra tunggalnya dengan Tong Shancai, gadis yang berasal dari keluarga miskin. Yang sangat tidak sepadan dengan Taoming Se. Taoming Se yang merupakan satu-satunya pewaris tunggal perusahaan konglomerat Taoming Enterprise!
Taoming Feng merupakan duri dan kendala utama dalam kisah kasih antara Taoming Se dan Shancai. Hati wanita separo baya itu seolah-olah terbuat dari pualam. Tidak pernah tersentuh oleh ketulusan cinta Shancai pada putra tunggalnya. Dan ketika Taoming Se memberontak, dan lebih memilih melarikan diri dari kungkungan ibunya, prahara cinta lainnya pun datang susul-menyusul seperti badai. Memporak-porandakan dua hati remaja itu.
Takdir seperti mempermainkan mereka. Di saat cinta Taoming Se dan Shancai menyubur, malapetaka malah datang menghancurkan segalanya. Taoming Se mengalami kecelakaan parah di Barcelona, menyebabkannya geger otak akut sehingga amnesia. Peristiwa tragis itu membuatnya melupakan semua identitas dan jatidirinya sendiri, tidak terkecuali kenangan indah yang pernah dijalaninya bersama Shancai dahulu.
Setahun sudah peristiwa malang itu terjadi. Kini dua hati itu telah terpaut. Hua Ce Lei tersenyum seperti biasa. Masakah aku tega menghancurkan kembali momen indah mereka di Barcelona dengan ketidakrelaanku?! Desisnya dalam hati.
"Lei...."
"What?"
"Awas lho, kalau kalian sampai tidak datang!"
"Don't worry. Besok pagi kami akan langsung terbang ke sana. Hm, doakan semoga kami tiba dengan selamat besok petang di sana, ya?"
"Oke. Tapi, janji ya untuk datang?"
"Jangan khawatir."
"Lei...."
"Ada apa lagi?"
"Tolong jangan beritahu siapa-siapa kalau aku dan Shancai akan married. Tidak terkecuali orangtua Shancai. Juga Ching He. Kami berdua sangat merahasiakan hal ini. Hm, aku tidak mau orangtuaku tahu kabar ini. So, tolong jaga baik-baik rahasia yang kupesankan pada kalian ini."
"Oke, oke. Pasti kami rahasiakan, kok! Kamu pikir aku mau melihat ibumu mengamuk dan datang mencak-mencak ke Barcelona seperti dulu lagi?"
"Thank you, Lei."
"Wait, Ase! Bagaimana soal pekerjaan Shancai?"
"Hm, aku pikir Shancai akan memberitahu dan mengatakan pada atasannya di Avianca Travel bahwa dia akan mengundurkan diri, dan mungkin bekerja di sini."
"Oh, baguslah kalau begitu."
"Apa lagi yang ingin kamu tanyakan?"
"Tidak ada. Hm, kalau begitu sampai besok ya? Jaga diri baik-baik, Ase. Sampaikan salamku kepada Shancai."
"Oke. Akan kusampaikan."
"Thank's. Bye."
"Bye."
Hua Ce Lei mematikan ponselnya. Memandang ke arah ketiga sahabatnya yang masih menyembulkan senyum separo girang. Tanpa diperintah, Mei Cuo langsung mengaktifkan ponselnya. Menghubungi biro perjalanan kenalannya. Memesan tiket yang akan menerbangkan mereka ke Barcelona besok pagi.
Kak Sha kembali mengangkat gelasnya yang sudah nyaris tandas itu tinggi-tinggi ke udara. Dengan suara keras khasnya, ia kembali mengajak sahabat-sahabatnya untuk bersulang.
"Untuk kebahagiaan Ase dan Shancai!"
"Ya, untuk kebahagiaan Ase dan Shancai," ujar ketiga personel F4, mengekori kalimat Kak Sha yang sember.
Sedetik setelah terdengar suara keras dentingan gelas di udara, maka membahanalah gelak tawa keempat pemuda itu. Membelah keheningan dinihari di Taipei. Menembusi langit kelam yang ditaburi gemintang.

***

Setelah menghubungi sahabat-sahabatnya di Taipei, Taoming Se memandang Shancai yang masih berdiri di ambang jendela, melayangkan pandangannya ke jalan protokol depan hotel tempat mereka menginap. Wajahnya yang tirus terpantul cahaya dari lampu penerangan kamar. Ada sosok mungilnya membayang di tubir jendela kamar hotel. Riuh aktivitas malam di Barcelona seperti tidak pernah mati. Lalu-lalang kendaraan, kelap-kelip temaram lampu penerangan kota, dan denyar samar irama Flamenco dari kejauhan merupakan harmonisasi indah cinta mereka. Setahun lalu, di hotel yang sama, ia dan Taoming Se merajut kebersamaan itu.
"Shancai...."
Gadis berambut mayang itu mengalihkan perhatiannya dari noktah-noktah cahaya jauh di bawah sana. Dipandanginya wajah sedikit tegang dan lelah kekasihnya. Ia melangkah mendekat. Lalu duduk di gigir ranjang. Taoming Se menyambut sepasang mata telaga gadisnya dengan menyembulkan senyum sisa euforia.
"Boleh aku minta izinmu?" tanya Taoming Se, merapatkan duduknya di sisi Shancai.
"Apa itu?" Shancai balik bertanya.
"Bagaimana kalau pernikahan kita ini disampaikan kepada Kak Zhuang di New York?"
Shancai terkekeh. "Chu Tou - Tolol. Kupikir ada hal penting apa? Siapa takut memangnya kalau kabar gembira kita ini disampaikan pada Kak Zhuang? Ase, kupikir Kak Zhuang pasti mendukung kita. Bukankah selama ini hanya dialah yang merestui hubungan kita?"
"Iya, sih. Tapi...."
"Apa kamu takut Kak Zhuang bakal membocorkan dan memberitahukan pernikahan kita kepada orangtuamu? Atau, kamu takut pernikahan kita ini akan sampai di telinga orangtuaku di Taipei?"
"Bukan begitu. Aku yakin kok kalau Kak Zhuang tidak akan membocorkan rahasia kita ini kepada kedua orangtuaku. Justru, dia pasti merasa sangat gembira dengan keputusan kita ini. Cuma yang bikin aku tidak enak hati adalah, bahwa pernikahan kita ini masih dirahasiakan kepada orangtuamu, Shancai."
"Kalau demi kebaikan kita, apa salahnya? Anggap saja surprais buat mereka nantinya. Yang pasti, demi rahasia kita berdua memang selayaknya tidak ada yang tahu kecuali saudara-saudaramu di F4."
"Aku minta maaf sebesar-besarnya atas kelancangan kita ini, tidak meminta izin dan restu dari kedua orangtuamu. Sebenarnya bukan maksudku begitu, Shancai...."
"Sudahlah, Ase. Nantinya mereka juga bakal maklum, kok."
"Tapi aku merasa bersalah. Cuma, aku sudah mempertimbangkan matang-matang untuk tidak memberitahu kedua orangtuamu itu. Pernikahan kita ini sakral, Shancai. Aku tidak ingin pertemuan kita ini dipisahkan oleh orang-orang yang berhati egois seperti Ibuku, Shancai. Makanya, aku bertindak agak ekstrim dan hati-hati. Lagipula, pernikahan kita tidak dirayakan secara besar-besaran, kok. Aku ingin pernikahan kita berjalan mulus di Gereja St. Pons besok lusa."
Shancai mengangguk mafhum. Tak sadar airmatanya menitik. Pemuda di hadapannya kini bukan lagi pemuda yang dikenalnya pertama kali di Universitas Ying De. Pemuda itu sudah jauh berubah. Ia tampak lebih dewasa dan matang. Bukannya lagi Taoming Se yang pongah. Yang terlahir dari keluarga konglomerat sehingga menjadi jumawa!
Dan ia semakin jatuh hati padanya.

Keterangan

Season of The Fireworks = Merupakan tradisi tahunan masyarakat Spanyol dalam merayakan hari ulang tahun raja mereka dengan menyalakan beraneka jenis kembang api. Spanyol banyak menyimpan kenangan dalam hidup Taoming Se. Taoming Se dan Shancai berkunjung ke sana tepat pada saat perayaan kembang api tersebut.

Avianca Travel = Merupakan perusahaan biro perjalanan umum dimana Shancai bekerja. Sebagai pemandu wisata di sana, Shancai akhirnya berkesempatan untuk melanglang buana. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan Taoming Se saat sedang memandu wisata di Barcelona.

Chapter 7:
Barcelona... I'm in Love

Tuhan tolong!
Jangan biarkan airmataku
jatuh di hadapan Shancai
Biarkan aku belajar tegar seperti gadis itu

- Ye Sha
Meteor Garden II

***

Dini hari di Barcelona mulai mengembuskan kabut. Kaca-kaca jendela mulai dibasahi embun. Dingin yang menusuk-nusuk tulang memaksa Shancai meringkukkan diri pada selimut yang menutupi tubuhnya sebatas dada. Getar pertemuan masih terasa. Sesuatu yang dianggapnya litani. Dan memaparkan sebuah aurora serupa mimpi.
Namun kali ini semuanya memang bukan mimpi. Taoming Se telah hadir dalam hidupnya. Ia hadir nyata. Merengkuhnya dalam jarak tak seberapa. Mengembuskan napas yang senantiasa menghangatkan giris hatinya. Tapi setiap sebentar ia merasa gentar dengan pertemuan mereka. Akankah sang waktu mempermainkan cinta mereka kembali? Mungkinkah sesuatu yang bernama takdir akan hadir dan melerai cinta mereka?
"Aku akan coba menghubungi Kak Zhuang," gugah Taoming Se, melonjakkan Shancai dari lamunannya.
"Tentu. Kamu harus segera menghubungi Kak Zhuang. Aku pikir banyak hal yang perlu disampaikannya pada kita nantinya. Bagaimanapun, Kak Zhuang adalah wali kita, mewakili orangtuamu yang sama sekali menentang hubungan kita ini."
Shancai masih meringkuk duduk berselubung selimut. Dibacanya lektur wajah sumringah Taoming Se lewat satu lirikan mata. Pemuda itu sungguh-sungguh mencintainya. Lewat satu ikatan sakral yang akan mereka ikrarkan besok lusa di Gereja St. Pons, ia yakin hari-harinya yang kelabu akan tersaput juga. Merenda impian mereka yang selama ini lantak oleh prahara. Legenda cincin meteor itu memang telah berakhir!
"Halo, Kak Zhuang?" Sertamerta Taoming Se menyapa setelah satu sentuhan pada tombol ponselnya aktif.
"Ase?!" Suara seorang wanita muda terdengar seperti terlonjak di seberang sana. "Kamu sekarang berada di mana sih, Ase?! Ibu bilang, kamu kabur lagi dari rumah di Taipei?!"
"Kak Zhuang, tolong jangan katakan apa-apa pada Ibu!"
"Tentu saja aku tidak akan bilang apa-apa pada Ibu. Aku hanya mengkhawatirkan keadaan kamu. Aku cemas terjadi apa-apa sama kamu. Kamu kan baru sembuh dari amnesia? Pokoknya, aku sangat takut kamu kenapa-kenapa! Tadinya kupikir kamu malah kambuh, amnesia lagi. Soalnya Ibu bilang, dia tidak dapat menemukan kamu di seluruh Taiwan. Mungkin kamu hilang ingatan dan entah pergi ke mana."
"Sekarang Kak Zhuang sendiri berada di mana?"
"Sekarang aku berada di Paris. Mungkin minggu depan aku balik ke New York. Sebenarnya keberangkatanku ke Paris ini bukan dalam rangka apa-apa. Hanya ingin mencari kamu. Ya, siapa tahu saja kamu berada di sini. Jing kan tinggal di sini. Mungkin kamu bersembunyi di apartemennya. Beberapa hari lalu aku ke apartemennya, ternyata kamu memang tidak ada di sana. Ibu sendiri sudah mencarimu ke seluruh Spanyol. Tapi Ibu tidak menemukan kamu. Hei, kamu berada di mana sih, Ase?!"
"Aku di Barcelona."
"Barcelona?! Ya, ampun!"
"Kak Zhuang, tolong jangan bilang pada siapa-siapa, ya?!"
"He-eh."
"Terima kasih, Kak Zhuang."
"Ya, sudah. Yang penting kamu baik-baik saja."
"Kak Zhuang...."
"Apa?"
"Bisakah Kak Zhuang berangkat segera ke Barcelona?"
"Ada apa memangnya?"
"Pokoknya Kak Zhuang harus datang tanpa Ibu ke Barcelona meskipun hanya untuk beberapa jam saja. Kak Zhuang harus sudah berada di Barcelona ini minimal besok lusa pagi."
"Detik ini aku dapat berangkat ke sana. Tapi, ada apa sebenarnya?!"
"Tapi Kak Zhuang mesti janji untuk tidak mengatakan hal ini kepada Ibu dan Ayah, ya?!"
"Iya, iya! Ada apa, sih?!"
Lima detik lamanya Taoming Se membisu. Entah bagaimana ia harus mengekspresikan momen bahagia yang bakal dilaluinya bersama Shancai besok lusa. Ponselnya masih menempel di telinga, tapi tak sepatah kata pun kalimat yang terlontar untuk menjawabi pertanyaan penasaran kakak perempuannya itu.
"Halo, Ase...." Suara di seberang sana terdengar seperti menjerit tidak sabaran. "Ase, kamu masih mendengarkan aku atau tidak sih?!"
"Ya, ya, Kak Zhuang," jawab Taoming Se secepat meteor. "Aku masih mendengar, kok."
"Lalu apa alasanmu menyuruhku segera berangkat ke Barcelona ?"
"Karena�"
"Karena apa?!"
"Because, I WILL MARRY SHANCAI THE DAY AFTER TOMORROW!"
Suara di seberang sana terdengar terlonjak. Seperti tidak percaya dengan pendengarannya sendiri, ia terkekeh sebagai tanggapan. Tidak mungkin adik tunggalnya itu dapat mengambil keputusan secepat itu. Apalagi ia baru saja mengalami trauma otak akut, amnesia.
"Apa?!" tanyanya tidak yakin. "Kamu ingin...."
"Aku ingin menikah dengan Shancai. Besok lusa di Gereja St. Pons!"
"Ta-tapi...."
"Tidak ada yang dapat memisahkan kami lagi, Kak Zhuang!"
"Bu-bukan itu maksudku. Tapi apakah kalian sudah siap...."
"Kak Zhuang merestui kami, kan?!"
"Tentu saja. Tapi...."
"Tapi apa sih, Kak Zhuang?!"
"It's okay. Aku sangat gembira dengan keputusan kalian itu. Yah, kalau sudah menjadi keputusan bulat, aku harus bilang apa selain mengakuri dan merestui kalian."
"Terima kasih, Kak Zhuang!" Suara Taoming Se kini yang terdengar seperti sedang terlonjak. "Entah bagaimana aku harus membalas budi baik Kak Zhuang."
"Sudahlah, Ase. Aku ini kan kakak kandungmu. Kalau kamu bahagia, aku juga turut bahagia. Dan mana mungkin aku tidak hadir pada seremonial pernikahanmu dengan Shancai di Barcelona."
"Oke. Kalau begitu, aku tunggu lho kedatangan Kak Zhuang di Barcelona," ujar Taoming Se dengan nada terharu. "Aku tidak dapat memaafkan Kak Zhuang lho kalau sampai tidak datang! Sampai jumpa, Kak Zhuang."
"Bye."
"Eh, tunggu, Kak Zhuang!"
"Ada apa lagi?"
Taoming Se menderaikan tawanya. "Kak Zhuang, apakah kali ini bila bertemu nanti, akan memukulku lagi?"
"Ase, apa-apaan sih kamu ini?" Taoming Zhuang di Paris terdengar menderaikan tawanya di horn ponsel. "Rupanya kamu masih ingat kebiasaanku bila bertemu denganmu. Kupikir setelah amnesia, kamu sudah melupakan kebiasaanku itu. Tapi secara keseluruhan kamu sudah banyak berubah, kok. Kamu jauh lebih dewasa, bukannya Taoming Se yang suka bikin masalah. Makanya, mungkin ritual pertemuan kita itu aku akhiri saja. Soalnya, Shancai banyak mengandili perubahan dalam dirimu. Hm, aku harus berterima kasih banyak kepada gadismu itu. Dia menyulapmu menjadi orang baik."
Baterai ponsel Taoming Se melemah tepat ketika tawanya menyeruak. Terdengar sinyal 'bip' beberapa kali sebelum ia menyudahi pembicaraan.
"Sori. Ponselku low-bat. Sampai jumpa, Kak Zhuang."
Shancai tersenyum, dan sesekali memejamkan matanya karena bahagia. Setelah dilihatnya Taoming Se menyudahi pembicaraannya dengan sahabat-sahabat dan kakaknya lewat ponsel, maka ia memberanikan diri mendekat kembali ke sisi pemuda itu. Menyandarkan kepala ke pundaknya yang bidang. Serasa masih tidak percaya dan mimpi, dua hari lagi ia akan menikah dengan pemuda yang paling dicintainya!
Seperti dapat meraba alam pikirannya, Taoming Se mendadak bertanya dengan lembut sembari sesekali jemarinya mempermainkan bilah rambut Shancai yang jatuh di pelipis.
"Shancai, apa yang sedang kamu pikirkan sih?"
Shancai tergeragap. "Oh, ti-tidak ada apa-apa kok! Aku cuma berpikir, apakah tidak sebaiknya memberitahu juga kabar gembira kita ini kepada Jing? Soalnya, Jing kan banyak membantuku mencarimu saat kamu amnesia dan menghilang di Barcelona."
Taoming Se melonjak girang. "Hei, kenapa tidak? Mungkin saja Jing dapat merias kamu? Bukankah Jing gape merias? Dia kan model? Uh, pasti dia bakal menyulap Tong Shancai menjadi pengantin tercantik di dunia!"
"Ase, kamu ini kenapa sih? Aku menyuruhmu mengundangnya bukan karena ingin dia menjadi periasku?" tanggap Shancai dengan wajah memerah. "Lagian, siapa juga yang mau menjadi pengantin tercantik di dunia?"
Taoming Se terbahak.
"Aku kan menyuruhmu mengundangnya supaya Jing turut merasakan kebahagiaan kita," tutur Shancai manyun. "Eh, hampir lupa. Kita juga harus mengundang Ye Sha! Undang, ya?"
"Untuk apa kamu ingin menghubungi Ye Sha?"
Taoming Se bertanya dengan rupa baur. Sama sekali tidak ingin mengingat kenangan silam bersama gadis yang pernah dicintainya pada suatu masa itu. Ia ingin melupakan semua kenangan manis yang pernah dirajutnya bersama gadis hippies dari Buthan tersebut. Ia ingin meyudahi segalanya. Hari-hari selanjutnya adalah hari-hari baru bersama Shancai. Bukan Ye Sha. Ia tidak ingin menyakiti hati Shancai untuk kedua kalinya lagi. Ia tidak ingin Shancai cemburu, dan menyimpan rasa sakit itu di hatinya bila ia menghubungi Ye Sha - memberitahu dan mengundangnya ke Barcelona .
"Tentu saja kita harus mengundangnya, Ase. Dia kan teman baik kita juga. Lagian, seumur hidup aku tidak akan dapat melupakan jasa-jasa dan pengorbanannya sehingga kita dapat bersatu kembali. Jadi, mana bisa kita tidak mengabari pernikahan ini kepadanya di Buthan?"
"Ta-tapi...."
"Ase, jangan picik! Jangan pernah menyangka aku bakal cemburu bila Ye Sha hadir di antara kita. Kenapa? Karena aku tahu cintamu hanya kepada diriku seorang. Aku tahu betapa besar cintamu kepadaku."
"Baiklah. Aku akan mengundangnya ke Barcelona," akur Taoming Se, wajahnya sudah menyumringah.
"Terima kasih, Ase," ujar Shancai, mempererat gayutan tangannya di lengan Taoming Se.
"Kita telepon Ye Sha memakai telepon hotel saja. Soalnya, ponselku lagi low-bat."
Shancai mengangguk. Secuil senyum kembali mengembang di bibir tipisnya. Dipejamkannya mata sesaat. Kenangan bersama Ye Sha dan hari-hari biru persahabatan merupakan memori indah masa lalu. Diam-diam ia bersyukur atas segala rahmat yang diberikan Tuhan kepadanya.
Dan Ye Sha adalah anugerah itu.

Chapter 8:
Cintaku nan Safa

Saat aku siuman di rumah sakit
aku melihatmu terpulas di samping ranjangku
aku sangat gembira
rasanya ingin mengulurkan tangan
membangunkanmu
tapi yang muncul di depan mataku
bukan wajahmu

Aku sudah ingat semua
ada kau, ada Ye Sha
aku tidak tahu harus bagaimana
tapi setiap denyar kenangan itu menjelas
aku sadar betapa besar cintaku padamu

Taoming Se
- Dilema Rindu Rambun Nova
(Meteor Garden II)

***

"Ase... tunggu!"
Suara lunak separo desis itu menghentikan jemari Taoming Se yang hendak menekan tuts nomor pada pesawat telepon kamar hotel.
"Ada apa?" tanyanya lembut.
Shancai menelungkup di atas tempat tidur. Mengarahkan tangan kanannya ke arah gagang telepon yang hendak diangkat oleh Taoming Se tadi. Dibukanya phoneaddress pada ponselnya, mencari nama Jing.
"Sekarang giliranku. Biar aku yang menelepon Jing dan Ye Sha," urai Shancai sembari menggeser posisi tangan Taoming Se menjauh dari pesawat telepon. "Aku kangen sekali sama mereka."
"Memang, kupikir sebaiknya kamu yang menghubungi Jing dan...."
"Ase...!"
"Ayo? Apalagi? Cepat hubungi mereka...."
Shancai menatap wajah aristokrat yang tengah menunduk itu. Ia tahu, Taoming Se masih menyimpan kenangan bersama Ye Sha. Meski ia tidak mencintai Ye Sha, tapi benang merah kebersamaan dan hari-hari panjang yang dijalaninya bersama gadis tomboi itu semasa ia menderita amnesia memang masih mengiang dalam ingatan. Tidak mudah memupus memori serangkaian hari yang telah mereka lalui bersama. Sebab Ye Sha adalah bagian dari takdirnya.
"Ya, ampun!" Taoming Se menepuk dahinya. "Sejak pulang dari Gereja St. Pons petang tadi, ternyata kita belum mandi. Hm, sebaiknya aku mandi dulu sembari kamu menelepon Jing dan Ye Sha."
Shancai mengangguk lalu mengurai simpul bibir, mengekori tawa separo paksa pemuda itu. Ia tahu Taoming Se sedang mengalihkan pembicaraan mereka tentang Ye Sha. Dan dua titik airmatanya nyaris membasahi pipinya ketika pemuda itu berbalik memunggunginya, berjalan gontai menuju toilet kamar hotel.
Mungkin pemuda itu masih terluka dengan dilema hatinya. Tapi pilihan itu telah diputuskannya tanpa penyesalan. Ketegasan untuk memilih cinta pertamanya sudah barang tentu merupakan hal tersulit untuk seseorang dengan dua kenangan pada dua masa.
Ya, Tuhan!
Shancai menggigit bibirnya. Tak sedikit pun berani membayangkan rasa perih yang dirasakan pemuda itu. Bilur-bilur luka masa lalunya adalah ironi. Taoming Feng dan Xiao Ze adalah salah satu dari sekian banyak lara itu. Apakah takdir terlalu kejam mempermainkan Taoming Se?!
Ia menggeleng. Ia sendiri tidak tahu. Hanya, ia yakin hati Ye Sha pasti hancur. Jemarinya membeku di atas tuts nomor pesawat telepon. Sama halnya dengan gadis itu, Hua Ce Lei pun menjadi korban takdir.
Dan ketika satu tuts nomor internasional telah ditekannya, kembali ada ragu menguak di benaknya. Dapatkah ia membendung airmata yang diyakininya bakal membanjiri dialognya dengan Ye Sha?
Tinggal dua hari lagi momen indah indahnya bersama Taoming Se akan terwujud. One moment in time. Hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Haruskah ia membiarkan Ye Sha tercenung dan hanya mengenang cinta masa lalunya berbahagia dengan gadis lainnya? Tidak! Semestinya gadis bangsawan itu menyaksikan pernikahan pemuda yang pernah dicintainya untuk terakhir kalinya. Suatu momen indah yang mungkin pernah diidamidamkannya suatu saat dulu.
Seberapa besar pengorbanan gadis itu pada Taoming Se, sungguh ia tidak tahu. Ia tidak dapat menakar seberapa banyak pengorbanan gadis itu pada Taoming Se. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia dapat meraba keagungan cinta seorang Ye Sha. Bahwa, ia mampu mengorbankan perasaannya sendiri. Merelakan hatinya melepas pemuda yang dicintainya sepenuh jiwa pada gadis lain demi kebahagiaan pemuda itu kelak. Menyisakan waktunya yang tinggal tiga bulan untuk mempertemukan Tong Shancai dan Taoming Se. Ia bahkan berani menerjang si Pencuri cincin meteor tanpa mempedulikan keselamatan nyawanya sendiri. Menyimpan baik-baik cincin meteor itu agar Taoming Se terhindar dari marabahaya dan petaka seperti yang termaktub dalam legenda cincin meteor tersebut.
Apakah pertemuannya dengan Taoming Se di Barcelona ini merupakan suratan takdir? Ia sendiri pun tak tahu. Jalan-jalan kenangan di Barcelona memenuhi benaknya dengan beragam kisah. Tempat-tempat teduh. Gotik. Gereja Sagrada Familia. Air Mancur Guell. Pesta kembang api. Karnaval. Candle light dinner diiringi lagu 'Te Quiero Te Quiero'. Kado gaun putih dari Taoming Se sesaat sebelum berangkat ke Gereja St. Pons. Cincin meteor. Semua kenangan itu membabur dalam kenangannya.
Lalu muncullah gadis dari Buthan itu setahun lalu. Mengawal pemuda itu mencari jatidirinya yang hilang karena amnesia. Dirawatnya pemuda itu dengan segenap kasih. Mencintainya sepenuh hati. Menerima keinginan Taoming Feng untuk dipertunangkan dengan Taoming Se, sebagai bagian dari sandiwara dan siasatnya agar dapat menyatukan seorang gadis bernama Tong Shancai dengan ahli waris tunggal Taoming Enterprise itu.
"Shancai!" Terdengar teriakan yang berbaur dengan guyuran air dari dalam toilet. "Apakah kamu sudah menghubungi mereka?"
Shancai terkesiap. "I-iya, iya. Aku lagi mencari nomor mereka di HP-ku."
Kembali terdengar guyuran. Sertamerta jemarinya yang lampai menekan tuts nomor pesawat telepon. Dilekatkannya gagang telepon pada daun telinganya. Ada nada panggil beberapa kali sebelum dijawabi oleh suara bernada alto. Suara khas Jing!
"Halo...."
"Halo, Kak Jing!"
"Siapa, ya?"
"Ini aku, Shancai!"
"Hei, Shancai! Apa kabar?"
"Baik, Kak Jing. Kak Jing sendiri bagaimana?"
"Hm, biasa. Sibuk."
"Jangan terlalu lelah, Kak Jing. Rileks sedikit kenapa, sih?"
Suara alto tersebut terdengar menderaikan tawa. Shancai mengekori tawa itu dengan lantun lembut.
"Eh, Shancai... aku dengar dari F3, kamu berada di Barcelona ya?"
"Betul, Kak Jing. Sebenarnya aku mendapat tugas memandu wisata ke Barcelona ini dari Avianca Travel, perusahaan biro perjalanan umum tempatku bekerja. Tapi... saat ini aku bersama Ase."
Terdengar suara dehaman yang disengaja. Shancai jadi risih. Wajahnya langsung memerah.
"Wah, wah. Mengulang romantika hujan meteor, ya?"
Wajah Shancai bertambah merah seperti habis terbakar. Ia tersenyum tanpa sadar. Semua sahabatnya sudah tahu kisah tentang hujan meteor tersebut. Mulanya kisah tentang hujan meteor itu hanyalah intermeso.
Saat itu ia dan Taoming Se masih menghadapi serangkaian kendala sehingga hubungan mereka senantiasa pasang surut. Selain rintangan terberat dari Taoming Feng yang tidak ingin putra tunggalnya berpacaran dengan seorang gadis dari kaum marjinal, ia dan Taoming Se juga menghadapi kendala besar saat terlibat cinta segitiga dengan Hua Ce Lei. Akibat prahara cinta segitiga tersebut, ia dan Taoming Se dilingkupi kebimbangan. Dan ketika mereka memutuskan untuk menuntaskan masalah itu suatu hari di atas balkon rumah, maka diambillah suatu kesimpulan bahwa cinta mereka akan bersatu selama-lamanya jika pada saat itu ada meteor yang melintas. Pada kenyataanya, setelah ikrar mereka terucap, malam itu langit memang tengah mengucurkan hujan meteor.
"Shancai...."
"Eh, uh... Kak Jing...."
"Kamu melamun, ya?"
"T-tidak."
"Mana Ase?"
"Lagi mandi. Kak Jing mau bicara?"
"Tidak usah. Sampaikan saja salamku."
"Beres, Kak Jing."
"Well, tumben kalian mau telepon aku jauh-jauh di Paris ini?"
"Sori, Kak Jing. Kami bermaksud mengundang Kak Jing ke Barcelona ini."
"Oya? Hm, aku tahu. Mungkin kalian mau menikah, ya?"
"Hm, bagaimana ya?" Shancai menggantungkan kalimatnya, wajahnya menyumringah. "Ya, memang iya, Kak Jing!"
Suara di seberang sana terdengar seperti terlonjak kaget. "Ka-kamu tidak sedang membohongi aku, kan?!"
"Mana pernah kami membohongi Kak Jing, sih?"
"Oh, thank's God! Akhirnya juga...."
"Kak Jing mesti datang, ya?"
"Pasti. Peristiwa paling bahagia buat kamu dan Ase mesti aku hadiri. Hei, Shancai... aku akan membawa sekaligus gaun-gaun keren hasil rancangan desainer top di sini. Kamu mesti memakainya pada saat acara pernikahanmu nanti. Wah, pokoknya dijamin kamu pasti jadi tambah cantik!"
"Kak Jing tidak usah terlalu berlebih-lebihan. Aku tidak perlu gaun-gaun secanggih itu, kok."
"Tapi...."
"Aku akan mengenakan gaun putih yang diberikan Ase tempo hari saat janjian dan menunggunya di Gereja St. Pons setahun lalu. Kak Jing masih ingat, kan?"
Suara Jing seperti terdengar mengangguk. "Well, kalau begitu terserah kamu. Yang penting aku sangat gembira mendengar berita aktual kalian. Hm, aku turut merasakan kebahagiaan kalian."
"Acaranya besok lusa pagi. Di Gereja St. Pons. Kak Jing datang, ya?"
"Oke. Mungkin aku langsung berangkat hari ini. Kebetulan acaraku tidak terlalu padat."
"Terima kasih, Kak Jing. Bye."
"Bye."
Telepon ditutup. Shancai menghela napas. Ia masih tersenyum-senyum sendiri. Meski baru berkenalan dengan gadis berprinsip keras itu beberapa saat setelah menjalin tali persahabatan dengan F4, tapi Jing sangat bersahaja. Ia sebenarnya merasa sedih saat menyaksikan Hua Ce Lei memutuskan hubungannya dengan Jing. Entahlah. Hua Ce Lei yang kelewat posesif, ataukah Jing yang terlalu apatis dengan cinta mereka. Yang pasti hubungan mereka memang telah lantak.
Dan, Ye Sha!
Ia menepuk dahinya keras tanpa sadar. Ia mesti menghubungi gadis itu. Mengabarinya sesegera mungkin berita gembiranya bersama Taoming Se. Mumpung masih ada waktu. Sebelum detak-detak sang waktu yang bergerak cepat tak menyisakan kesempatan lagi untuk mereka bersua.

Keterangan

Xiao Ze = Adalah gadis pilihan Taoming Feng yang dijodohkan untuk Taoming Se. Keputusan mempertunangkan Taoming Se dan Xiao Ze pun telah disepakati oleh orangtua Xiao Ze. Ketika dipertemukan, Xiao Ze dan Taoming Se menolak untuk dijodohkan. Namun lama kelamaan Xiao Ze jatuh hati pada Taoming Se. Dan terus berusaha mengejar pemuda yang jelas-jelas tidak mencintainya itu. Suatu hari Taoming Se secara tegas menolak Xiao Ze, dan membatalkan pertunangannya dengan gadis pilihan ibunya tersebut. Dan jujur mengatakan kalau cintanya hanyalah pada Shancai.

Prahara Cincin Meteor = Saat Ye Sha menemani Taoming Se - Axing - ke Taipei untuk mencari identitas dan jatidirinya, suatu hari rumah pondokan mereka dibobol maling. Ye Sha ngotot menghadang dan mengejar si Pencuri yang mencuri cincin meteornya. Padahal saat itu si Pencuri tengah menggenggam belati.

Te Quiero Te Quiero = Merupakan lagu lawas berbahasa Spanyol. Lagu yang diiringi gitar akustik dan lantun khas Spanyol itu dibawakan oleh trio penyanyi cafe saat Taoming Se dan Shancai dinner di sana.

Sandiwara = Sewaktu masih amnesia, Taoming Se sangat mencintai Ye Sha. Suatu hari Ye Sha kabur dari Taipei, dan bermaksud kembali ke Barcelona karena tidak ingin menjadi orang ketiga di antara Taoming Se dan Shancai. Namun Taoming Se terus mencecar gadis itu yang, entah menghilang ke mana. Momen itulah yang dipergunakan Taoming Feng untuk membujuk Taoming Se yang tidak ingin kembali ke rumah. Ia menculik Ye Sha, menjadikan gadis itu sebagai obyek agar Taoming Se mau kembali tinggal di rumah. Ye Sha meminta agar Taoming Feng memberi kesempatan Shancai mendekati Taoming Se, dengan cara mempekerjakannya di Taoming Enterprise. Maka sesuai kesepakatan, sebagai komitmen Ye Sha harus bertunangan dengan Taoming Se.

Chapter 9:
Gemintang di Hatiku

Ximen
Walau aku bukan gadis istimewa
yang bahkan namanya pun tak pernah kau tahu
tapi aku berharap bisa meninggalkan
sesuatu yang berarti dalam kenanganmu
sebab aku cinta padamu

Xiao Yu
- Sesuatu yang Istimewa
(Meteor Garden I)

***

Shancai menghela napas panjang. Dadanya berdebar. Setiap mengingat gadis dari Buthan itu, ada rasa bersalah yang mengaduk-aduk hatinya. Kenapa harus Ye Sha yang berkorban, dan membiarkan Taoming Se memilih gadis yang bernama Tong Shancai? Kenapa ia begitu tolol mau melepas Taoming Se, dan membiarkan hatinya dirundung sunyi. Padahal saat itu ia tengah bergulat dengan penyakitnya. Apakah ini yang dinamakan takdir?
Shancai menggigit bibir.
Semuanya seperti mimpi. Sekarang ia berada di hotel ini. Menempuh kembali jalan-jalan kenangan yang pernah dilaluinya bersama Taoming Se. Barcelona yang mempesona memang telah menggamangkan hatinya. Ia sendiri tidak tahu mengapa dapat berada kembali di tempat ini. Barangkali takdir mengharuskan dua hati bersatu. Seperti ikrarnya dengan Taoming Se di bawah hujan meteor dahulu.
Tapi setiap mengingat betapa sakitnya dua hati di pihak lain, maka rasa-rasanya ia rela tidak dipertemukan dan dipersatukan kembali dengan Taoming Se untuk selama-lamanya. Ye Sha dan Hua Ce Lei, dua hati anak manusia yang dirapuhkan oleh cinta!
Sejenak ia kembali ragu menekan tuts nomor telepon yang akan menghubungkannya dengan telepon kabel di Istana Buthan. Ia tidak yakin dapat membendung emosinya saat berbincang dengan salah satu keluarga Kerajaan Buthan di Thimpu tersebut. Namun ia harus fair menerima kenyataan. Kalau ia menangis karena ketegaran Ye Sha, itu berarti Ye Sha memang lebih pantas menerima cinta Taoming Se. Kalaupun akhirnya ia yang memiliki Taoming Se, hal itu semata karena takdir.
Ya, takdir yang telah ditentukan dari langit!
"May I speak with Ye Sha?"
Sebuah prosedur yang ia mafhumi sebagai protokoler sesaat setelah jemarinya dengan gesit menekan tombol nomor pada pesawat telepon. Digebahnya romantika yang bakal mengharu-biru.
Suara seorang wanita di seberang sana menjawabi, membalas beberapa saat sebelum terdengar nada tunggu. Limabelas detik sebelum akhirnya gagang telepon terdengar diangkat.
"Halo...."
"Halo, Ye Sha?!"
"Hai, Shancai!"
"Ye Sha...."
"Apa kabar, Shancai?"
"Ak-aku... ba-baik! Ka-kamu bagaimana?"
"Hm, baik. Cuma sedikit masalah pada kesehatan. Biasa."
"Ye Sha, aku kangen sekali sama kamu!"
"Sama. Aku juga rindu sama kalian semua. Eh, kamu di mana?"
"Aku di Barcelona."
"Hah?! Kamu di Barcelona?!"
"He-eh. Ceritanya panjang...."
Ye Sha menyimak takzim suara separo tangis di horn gagang telepon. Mendengar kata Barcelona, seolah-olah ia tengah dibangunkan dari mimpinya yang panjang.
"Ye Sha...."
"Shancai, kok kamu menangis sih?"
"Aku bahagia dapat ngobrol dengan kamu, Ye Sha."
Ye Sha tertawa. "Tolol. Hei, aku tidak mau pertemuan kita, meski hanya via kabel telepon ini, dibanjiri dengan airmata!"
Shancai turut menderaikan tawa di antara sesenggukannya. "Tapi, aku bahagia sekali...."
"Aku juga. Hm, eh kamu belum menceritakan untuk apa ke Barcelona?"
"Pokoknya, ceritanya panjang. Ye Sha, kamu sekarang sudah sembuh benaran, kan?"
"Tentu saja. Kalau tidak, mana mungkin kamu dapat mendengar suaraku saat ini."
"Syukurlah. Kami semua mengkhawatirkan kamu, Ye Sha."
"Trims. Berkat doa-doa kalian semua, aku berhasil menjalani operasi transplantasi sumsum tulang dengan lancar."
"Ya, ya, memang. Kak Sha sudah menceritakan pada kami semua di Taipei tempo hari."
"Kak Sha masih sering mengontak aku via e-mail ke sini, kok. Kadang-kadang salah satu anggota F3 bergantian mengontakku."
"Maksudmu, meneleponmu...."
"Ya, iyalah. Masa lewat telepati. Hahaha...."
Terdengar derai tawa di seberang.
Shancai masih tertawa. Namun hatinya menangis. Sungguh, Ye Sha telah berkorban segalanya. Ia menggigit bibir. Besok lusa ia akan menikah dengan Taoming Se. Oh, pantaskah pemuda itu bersanding dengannya? Bukankah lebih baik jika ia saja yang berkorban, lalu membiarkan seorang Ye Sha bersama Taoming Se?
Sejenak ia menggeleng.
Sungguh, ia tidak tahu!

TAMAT

Keterangan

Xiao Yu = Adalah rekan sekerja Shancai di toko bakery, Italia Tomato. Ia jatuh hati pada Ximen karena pemuda itu selalu memberinya solusi saat ia curhat. Ketika mengungkapkan isi hatinya kepada Ximen, salah satu personel F4 itu malah menjauhinya dan hanya menganggap gadis itu sebagai teman biasa. Xiao Yu terus mengejar Ximen tanpa berputus asa, bahkan pada saat-saat terakhirnya di Taipei. Ximen akhirnya tersentuh. Namun mereka berpisah karena Xiao Yu mengikuti ayahnya yang berimigrasi ke Kanada.

Thimpu = Merupakan ibukota Kerajaan Buthan. Sebuah negara kecil yang terletak di Benua Asia. Terletak di sebelah Tenggara lereng pegunungan Himalaya. Di sebelah Timur dan Barat, negara ini berbatasan dengan Cina, serta di sebelah Selatan berbatasan dengan India. Luas wilayahnya tidak lebih besar dari Jawa Timur di Indonesia. Negara ini sering disebut sebagai negara dengan ekonomi paling primitif di dunia. Oleh sebab itu negara ini termasuk salah satu negara termiskin dengan angkatan kerjanya yang kebanyakan masih di bawah umur. Sewaktu Ye Sha menyetujui perjanjiannya dengan Taoming Feng untuk bertunangan dengan Taoming Se, wanita konglomerat itu berjanji akan membantu keuangan Kerajaan Buthan.


NB: Pada akhirnya aku menyukai film ini