Senin, 07 April 2008

Resensi Novel Fira Basuki


D
ari zaman-zaman masih SMU gw dah keranjingan sama novel-novel yang kata orang-orang aneh banget bahasanya..tapi bagi gw bahasanya asyk banget dan bebas banget dalam mengungkapkan eksperesinya. beberapa novelis andal yang membuat gw harus sering-sering mengunjungi toko buku diantaranya Fira Basuki, Djenar Maesa Ayu, Seno Gumira Adjidarma, Dee etc. Karya yang paling menarik dari Fira adalah trilogi jendela-jendela, pintu dan atap. kisah yang sangat mengharukan dan menggelitik keinginan untuk terus dan terus membaca. seakan ada candu yang tak bisa di hentikan ditambah dengan secangkir kopi dan pisang goreng.. adduhhh komplit dah. Disini saya akan coba uraikan resensi trilogi jendela-jendela, pintu, atap nya FIRA BASUKI. moga ada juga yang suka dan segera berburu novel keren ini.

1 .Jendela-Jendela *Fira Basuki* Sebuah novel karangan Fira Basuki. Bercerita seorang perempuan seorang istri. June Larasati Subagio, wanita jawa yang berkesempatan mengeyam pendidikan di Amerika, dan ketemu jodoh dengan Jigme Tshering laki-laki Tibet teman kuliahnya.

June dan Jigme sampai ke jenjang pernikahan, banyak pengorbanan yang dilakukan Jigme untuk menikah dengan June, sampai berpindah agama mengikuti agama June. Jigme orang tipikal yang sabar, pekerja keras, dan teramat sayang terhadap June.

Mereka hidup di Singapura, untuk alasan kedekatan June ke Indonesia. Di Singapura kehidupan mereka jauh dari kemewahan, mereka hidup dalam apartemen murah. June yang notabene datang dari keluarga lumayan kaya harus hidup kekurangan, Jigme yang hanya sebagai produsen Production House penghasilannya tidak mencukupi. June harus bersedia tinggal di apartemen yang sempit, mencuci sendiri, memasak dan pekerjaan lainnya.

Semenjak kejadian keguguran mereka berdua sudah jarang berhubungan, Jigme makin sibuk dengan kerjaan, begitupun June. Sampai akhirnya June selingkung dengan sahabatJigme dan teman dia. Tetapi Jigme alih-alih menyalahkan June dia malah menyalahkan dia sendiri, begitulah Jigme suami yang teramat baik.

Cerita Jendela menurut gue terlalu biasa, apakah karena June bisa sekolah di Amerika, atau karena June menikah dengan orang Tibet? atau mereka bisa hidup di Singapura.
Satu hal yang gue dapatkah bisa melihat sebuah sudut dari Singapura (diluar itu fakta atau fiktif). Cerita novel Jendela banyak mengisahkan cerita pribadi Fira Basuki, mulai dari sekolah di Putsburg, menikah sama orang Tibet dan tinggal di Singapura.
Tapi untuk dibaca di bis, recomended karena cerita ringan dan bahasa yang ringan pula. Namun itu gue ga dapatkah suprise-suprise dari ceritanya (******) keren euyy

2. Pintu

This message is my personal appreciation on Pintu, or Door or perhaps Gate, a novel written by a young Indonesian writer Fira Basuki. It is a story about a Javanese, Indonesian, called Bowo and his metaphysics and modernity adventure mixed together. The novel is written in popular Indonesian, and with such an interesting theme should have been able to be a very nice novel. However, some parts of the novel suffer from caricatural and cliché exposition that may hinder the readers to better appreciate the novel.

Jangan duduk di depan pintu, nggak ilok (tidak baik)”, begitulah kalimat yang bisa anda baca pada salah satu halaman novel berjudul Pintu karya Fira Basuki. Mungkin terkesan mengada-ada, tapi itulah kenyataan dari sebuah budaya Jawa yang sering dilontarkan orang-orang tua dan sampai saat ini masih banyak terdengar bila kita berada di kampunng-kampung di Jawa.

Buku ini bercerita tentang seorang pemuda, Bowo, yang juga berperan sebagai narator tunggal novel ini. Sang tokoh dipaparkan sebagai seseorang yang memiliki mata ketiga, mata yang mampu melihat lebih dari hal-hal yang kasat mata. Cerita-cerita metafisik mendominasi novel ini. Semenjak dari kelahirannya , perjalanannya ke makam leluhurnya -- yakni Sunan Kalijaga --, persahabatannya dengan jin, pelet, reinkarnasi, hantu seorang perempuan cantik bernama Anna, voodoo, kisah-kisah dari Tibet, pertemuannya dengan seorang gadis kecil yang memanggil seperti mantan kekasihnya yang telah meninggal dilebur jadi satu. Semua itu dicampur dengan simbol-simbol kemodernan, yakni Amerika, informatika, email.

Bowo sendiri digambarkan sebagai seorang yang cerdas, nakal, dan berkarakter seperti seorang yang diyakini mempengaruhinya, Sunan Kali jaga. Bowo menceritakan sedikit masa sekolahnya di Jakarta, kemudian dilanjutkan pengalaman berkuliahnya di ITB, dan akhirnya perkuliahannya di Chicago. Kebanyakan tokoh dalam novel ini adalah perempuan. Adik Bowo, June. Kekasihnya, Putri. Ibunya. Eyangnya, dipanggil Yanti. Seorang wanita yang tergila-gila padanya, Erna. Kekasihnya yang lain, Paris, seorang istri dari suami yang ringan tangan. Sampai istrinya, Aida. Penulis membentuk karakter-karakter para perempuan itu dengan menceritakan hubungannya dengan mereka dan penceritaan inilah yang membentuk novel Pintu ini. Penceritaan Bowo menggunakan bahasa yang -- mengutip Sapardi-- lancar, yang pada dasarnya adalah bahasa Indonesia sehari-hari, bukan sepenuhnya bahasa baku. Mode penceritaan semacam ini mampu membuat cerita mengalir dengan lancar layaknya air, dan tak kalah valid dengan penggunaan bahasa daerah seperti yang sering dilakukan, misalnya, oleh Kuntowijoyo atau NH Dini.
3. ATAP

Bicara soal atap lom baca bukunya aja gw udah tau pasti keren abis, karena gak semua orang bakal bisa bercerita dan menulis lancar tentang atap, apa indahnya atap diceritain ya nggak, tapi sumpe gw sendiri suka ma atap, kalo gw punya rumah yang atap nya bisa gw panjat, pasti gw dah nangkring seharian disana. sekedar menulis atau membaca. atau sekedar memperhatikan lalu lalang manusia. hmm kalo malam hari alangkah indahnya duduk di atap melihat bintang ...ooouuhhhhhh ..kereeeen abis pastinya.

hmmm untuk yang terakhir ini gw saranin baca n beli sendiri hahahahhaha